Stasiun Tugu, Yogyakarta |
Sejauh ini naik kreta selalu menjadi hal yang menyenangkan bagiku, apa lagi kalau dapat teman perjalanan yang menyenangkan. Rasanya seperti beli kuaci dapat bonus hamster-nya.
Perjalanan Jogja-Cilacap minggu lalu tak kalah menyenangkan dari pada liat sunset di atas Mercusuar Pantai Baron misalnya. Aku pulang ke Cilacap naik kereta Wijayakusuma pukul 09.30 dan estimasi sampai di Stasiun Maos pukul 13.00 yang ternyata terlambat 8 menit. Yang selalu aku minati dari sebuah perjalanan adalah aku bisa mencicipi suasana dan hal baru. Perjalanan memang tak jauh dari kata jalan-jalan dan bisa juga sebagai cara kita menyayangi otak dan membuat lebih open mind.
Waktu itu aku merasa perjalanan setelah traveling di Gunung Kidul akan biasa saja, tapi ternyata aku dapat hamster lho. Bukan hamster yang sebenarnya ya, aku satu seats dengan seseorang yang akan turun di Stasiun Cilacap. Katakanlah si Bapak, awalnya beliau menawariku untuk mencharge HP dan aku pun menolaknya karena memang batrai HP-ku masih sekitar 70%. Dari situ akhirnya berlanjut obrolan diantara kami, di gerbong Premium 1 seats 7A dan 7B. Singkat cerita si Bapak ini adalah mahasiswa yang sedang menyelesaikan S3 nya di Australia. Tujuannya ke Nusakambangan untuk memberi pelatihan ke petugas lapas. Aku pun mulai antusias untuk melanjutkan obrolan. Mulai dari bagaimana bisa lolos beasiswa Australian Award, bagaimana punya IELTS 8, bagaimana lolos beasiswa Chevening (The British Chevening Award) untuk S2-nya di Inggris. Selain itu beliau juga pernah mencicipi bangku kuliah di salah satu universitas negeri di Semarang dengan jurusan Hukum. Kemudian barulah beliau study Study Abroad dengan jurusan S2 Human Right, dan S3 Criminology. Sempat heran juga tentang bagaimana scholarship S2 dan S3-nya bisa lolos tanpa mencoba berulang-ulang. Training sebelum berangkat ke Australia pun hanya 6 minggu (termasuk waktu yang paling singkat pada masa itu). Walaupun kepo-kepo cantik masih berlanjut, beliau masih sabar jawab pertanyaanku satu-satu. (Ahh, semoga aja ngga begitu keliatan norak dan stupid-nya)
Selesai tentang perkuliahan dan saling mengobrol soal pekerjaan, aku pamit makan ayam goreng yang sedari tadi aku anggurin. Aku beliau yang sibuk mengecek (mungkin) materi di macbook-nya. Aku hanya melihat sekeliling gerbong kereta yang masih mulus. Kereta Wijayakusuma memang belum lama ini beroperasi untuk tujuan Cilacap-Jogja dan Cilacap-Solo (atau sebaliknya, FYI aja gaes).
Entah ceritanya mulai dari mana, ternyata beliau aktivis mahasiswa tahun 1998 dan sempat aktif di KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Cerita soal kondisi dan kerusuhan tahun itu aku dapat gambaran langsung dari sumbernya, bukan lagi dari bacaan. Ngeri juga setelah aku pikir pemerintahan pada masa itu sungguh jauh dari hal yang semestinya. Meskipun soal politik aku masih cetek, setidaknya aku sedikit tahu gambaran singkat orang nomor satu RI yang berkuasa pada jamannya hehe. Abdurrahman Wahid, presiden yang hanya sebentar duduk di kursi pemerintahan tapi memberi banyak perubahan tak luput menjadi bahasan yang gurih dan crispy.
Berlanjut lagi, aku adalah tipe orang yang tak tega melihat luka terbuka, luka robek, atau sebangsa dan setanah airnya. Bulu kuduk berdiri begitu aku diceritakan tentang korban kerusuhan 98' yang baru diketahui sekitar 1.200an yang meninggal. Aku bergidig. Mencocokkan wajah korban kebakaran dengan foto KTP bukan perkara mudah kata beliau (saat bertugas di KONTRAS), seperti halnya aku membaca tulisan dokter yang penuh dengan sandi rum*ut. Entah bagaimana, cerita-cerita masa silam selalu menarik perhatian dan tampak begitu seksi.
Benar saja, setiap melakukan perjalanan kita akan bertemu orang baru dengan berbagai karakternya. Jika kita benar-benar menikmati perjalanan, barangkali wawasan kita akan bertambah, lebih open mind, dan dapat hal baru yang mungkin tak ada di tempat lain. Mengobrol dengan orang baru mau tak mau membentuk sikap kita tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
Pelajaran tidak melulu didapat dari kelas, tetapi setiap tempat adalah sekolah. Menarik sekali jika setiap perjalanan menjumpai orang-orang seperti beliau, yang bisa dijadikan teman mengobrol sekaligus guru ekspres selama perjalanan. Hal-hal seperti ini jadi salah satu alasan kenapa aku selalu minta nambah jatah traveling hehe.
Benar saja, setiap melakukan perjalanan kita akan bertemu orang baru dengan berbagai karakternya. Jika kita benar-benar menikmati perjalanan, barangkali wawasan kita akan bertambah, lebih open mind, dan dapat hal baru yang mungkin tak ada di tempat lain. Mengobrol dengan orang baru mau tak mau membentuk sikap kita tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
Pelajaran tidak melulu didapat dari kelas, tetapi setiap tempat adalah sekolah. Menarik sekali jika setiap perjalanan menjumpai orang-orang seperti beliau, yang bisa dijadikan teman mengobrol sekaligus guru ekspres selama perjalanan. Hal-hal seperti ini jadi salah satu alasan kenapa aku selalu minta nambah jatah traveling hehe.
Yuk packing, kita jalan-jalan!