Saturday, June 2, 2018

Pendakian Pertama ke Gunung Merbabu via Selo

Gunung Merapi dilihat dari Sabana 1 
Pada tulisan ini empunya blog memutuskan untuk menulis sedikit pengalaman naik gunung beberapa bulan lalu (tapi tepatnya tahun lalu ternyata). Sebetulnya setelah turun dari Merbabu aku sudah ancang-ancang nulis tentang ini, tapi apa daya semua itu masih wacana. Buat yang penasaran soal pendakian ke Gunung Merbabu via Selo, silakan baca kisahku sampai tuntas hihi.

Aku baru bisa merasakan pendakian pertamaku setelah berabad-abad lamanya penasaran soal naik gunung. Sebelum memakai toga, aku sudah membuat list di otakku untuk bisa merasakan menjadi seorang pendaki. Yah, walaupun sebelumnya pandaganku tentang pendaki kesannya kurang menyenangkan huhu. Kira-kira seperti ini, "Kok mau ndaki gunung? Capek-capek gitu", atau "Yah kalo ndaki bakal siap ngga mandi, ribet, tidurnya bakal ngga senyaman di kasur," dan sebagainya. Entah ada angin apa waktu itu, tiba-tiba rasa penasaranku lebih besar dari pada hal-hal yang aku khawatirkan tadi. Setelah melakukan pendakian, aku mendapat banyak sekali moral value yang bisa dipelajari. Terkhusus bagi para pendaki yang punya tujuan. 

Langsung saja guys, tanggal 5 November 2017 aku pertama kali mendaki gunung dengan tujuan pendakian ke Gunung Merbabu. Puncak tertinggi Gunung Merbabu yaitu di Puncak Kenteng Songo yang mencapai 3.142 Mdpl, sedangkan dua puncak yang lainnya Puncak Syarif (3.119 Mdpl) dan Puncak Tianggulasi (3169 Mdpl). Perencanaan pendakian waktu itu lumayan singkat, kurang lebih hanya satu minggu tanpa latihan fisik sama sekali. Yang aku siapkan hanya makanan dan snack tanpa bawa baju ganti, pikirku waktu itu "bakal ngga mandi nih, ngapaian bawa ganti". Itu pemikiran pendaki cupu yang ternyata sedikit membawa petaka hehe. Soalnya aku mendaki di musim hujan dan ternyata kehujanan waktu turun, alhasil bingung sendiri dan sampai pulang masih pakai baju yang sedikit basah. 

Pendakian dimulai dari perjalanan Jogja - Magelang, waktu itu aku naik motor jadi lebih praktis. Sekitar pukul 08.30 aku otw dari Jogja dengan diselingi acara ban motor bocor. (Alhamdulillah yah perjalanan jadi semakin yahud). Setelah Isho (istirahat shalat) aku lanjut ke basecamp pendakian dan sampai  sekitar pukul 13.00. Di basecamp hanya memakirkan motor dan tak lama langsung memulai pendakian via Gancik, Selo. Di pendakian pertama ini, aku mendaki bersama yang sudah pro (aseek). Menuju Gancik Hill Top adalah salah satu yang bikin ngos-ngosan dan rasanya bikin mual-mual seperti ibu mengandung. Kepala rasanya kleyengan dan pandangan mulai kabur. Di rute itu aku banyak sekali istirahat dan stop di jalan. Walaupun jalan menuju Gancik Hill Top sudah dicor dan mulus, tapi kemiringan pendakian lumayan parah dan menguras tenaga. 

Setelah acara mual-mualnya selesai dan aku masih sanggup, aku melanjutkan pendakian. Ternyata setelah sampai di Gancik Hill Top, di sana ada pangkalan ojek, hmm super sekali -.- (Tapi sensasi mendakinya apa kalo jadinya naik ojek, yang ada sensasi mau ke pasar ya sist). Ojek yang ada hanya sampai di rute yang landai dan lumayan bahaya kalau beroperasi di medan yang nggronjal. Untuk jalur pendakian via Selo sendiri sangat direkomendasikan untuk pendaki pemula karena jalurnya banyak bonusnya (landai). FYI, Gancik Hill Top itu semacam tempat rekreasi, aku lihat banyak pengunjung yang ber-selfie atau sekadar menikmati suasana di Puncak Gancik.

Setelah medan menuju Gancik berhasil dilewati, aku melewati jalur yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Sepanjang perjalanan aku menjumpai beberapa pendaki, baik yang turun maupun yang sama-sama naik. Mereka ramah dan saling tegur sapa kalau berpapasan atau saat menyalip rombongan. Syukurlah, sesama teman seperdakian bisa dimintai bantuan kalau ada apa-apa, minimal saat persediaan minum habis dan dehidrasi berat. Perlu diingat juga pendakian via Selo itu tidak ada mata air, jadi bisa dipersiapkan persediaan air sesuai kebutuhan.

Di hutan pinus menuju Pos 1 (Dok Malang) medannya tidak terlalu ekstrim dan bisa dibilang mudah. Setelah 2 jam berjalan, aku sampai di Pos 1 kemudian  beristirahat sebentar. Di sana tidak ada bangunan sama sekali, yang ada hanya plang tanda Pos 1. Lokasi di Pos 1 juga lumayan luas, sudah bisa dibangun beberapa tenda hehe. "Yang bener aja sist? baru Pos 1 lho". Aku pun melanjutkan pendakian menuju Pos 2.

Penampakan Pos 1 (Dok Malang)
Dari Pos 1 ke Pos 2 jalurnya dikelilingi semak-semak yang lumayan tinggi, sebahu orang dewasa. Medannya sedikit landai tetapi juga menanjak, yang penting tetap hati-hati. Saat itu aku merasa kakiku otomatis jalan sendiri karena reflek. Waktu yang ditempuh sampai di Pos 2 (Pandean) sekitar 60 menit. 

Selama perjalanan tak jarang aku menjumpai kabut tebal, yaitu waktu di Bukit Teletubis. Disana aku bertemu 2 orang pendaki yang turun hanya memakai celana panjang dan sandal jepit. Padahal saat itu dinginnya minta ampun. Awalnya aku bisa menikamti beberapa vegetasi di sepanjang pendakian tapi seketika tertutup kabut, jarak pandang hanya sekitar 5 meter.

Bukit Teletubis Mulai Berkabut

Full Kabut
Setelah ujian Pos 1 dan Pos 2 selesai, aku menuju Pos 3 (Batu Tulis) dengan medan naik turun melewati bukit. Lokasi di Pos 3 lebih luas dari pada Pos 1 dan Pos 2, di sana banyak sekali tenda sudah terpasang. Ternyata di Pos 3 juga ada beberapa WC Umum, hmm nice ya! Tapi aku tak sempat mampir dan terus jalan menuju Sabana 1.

Track tersadis sepanjangan hayat selama pendakian via Selo adalah dari Pos 3 ke Sabana I. Medan dengan kemiringan cukup parah sungguh menantang bagi kalian yang suka tantangan. Banyak bebatuan dan bekas jalan air saat hujan semakin membuat susah dilewati. Di sini pendaki pun harus ekstra hati-hati. Dengan medan seperti itu aku melewatinya sekitar pukul 19.00 dan hari sudah mulai gelap. Ada teman pendaki lain yang meminjam powerbank-ku (ada lampunya) untuk memantau temannya dari atas. Sementara aku masih bersyukur karena cuaca saat itu bisa dibilang bagus, tanpa turun hujan. Beberapa bongkahan batu sepanjang track membuatku bingung harus menapak kaki dimana dan lewat mana dahulu. Karena salah menapak saja bisa terpeleset atau tergelincir dan jatuh ke bawah. Beberapa kali aku menginjak kerikil yang masuk ke sandal (pinjaman), jadi aku lebih menyarankan pakai sepatu gunung dari pada sandal gunung hehe.

Pertanyaan seperti "Nyampe kapan sh?", atau "Masih jauh ngga?" sudah jadi makanan tiap menitnya wkwk. Sebagai pendaki pemula, aku percaya-percaya aja kalau ada yang bilang "Bentar lagi", terus begitu terjadi berulang-ulang. Kemudian sampailah aku di Sabana 1, setelah melewati tanjakan super ekstrim, badan sudah sedemikian rupa (tapi masih utuh), aku pun beristirahat sekalian membangun tenda. Di Sabana 1 tanahnya dominan datar dan luas, sehingga banyak pendaki lain yang memasang tenda. Cuaca pada malam itu awalnya bagus tapi setelah beberapa jam mulai gerimis dan hujan. Berdoalah tenda tidak terbawa angin :)) Karena sampai di sana sudah malam, tak banyak yang bisa diabadikan.

Pagi harinya cuaca mulai bagus. Sejak jam 03.00 AM sudah banyak yang summit attack (mendaki menuju puncak), tapi ternyata aku terlalu lelap dan tak melanjutkan ke puncak huhu. Aku mulai memasak mie instan dan menikmati pemandangan Gunung Merapi dari Sabana 1 yang cantiknya kebangetan. Liat juga indahnnya sunrise dari Merbabu.

Sunrise 1 

Sunrise 2
Tenda di Sabana 1




Sekitar pukul 14.30 aku turun. Saat turun aku lebih banyak main plosotan karena memang jalanan licin dan banyak bekas plosotan wkwk. Meskipun turun gunung itu kesannya lebih mudah, tetap hati-hati untuk menjaga keamanan dan jangan lari kalau belum kenal medan. Tracking pole (tongkat hiking) sangat dibutuhkan saat turun, bisa digunakan untuk menahan badan saat terlalu cepat berjalan, mengerem di medan tertentu, atau saat akan berhenti. 

Perjalanan menuruni gunung tidak begitu terasa melelahkan seperti saat mendaki.  Mendaki gunung sangat melatih fisik dan menguji kesabaran. Tipe orang yang suka mengeluh atau tidak, akan terlihat jelas kalau mendaki bersama hehe. 


Setelah turun dari Sabana 1
Foto di atas terlihat jalur pendakian dari Pos 3 ke Sabana 1 (fokus ke tangan kiriku). Pos 3 itu posisinya di bawah bukit tempatku foto (bisa dilihat di ujung ke Sabana 1 sudah terlihat kabut tebal)

Saat sudah turun dari pendakian, kita bisa melihat ke atas dan melihat track yang sudah dilewati. Saat aku bisa menatap jalur dari Pos 3 ke Sabana 1, aku sadar "Oh, ternyata aku bisa!".  

Setelah itu aku langsung menuju basecamp lagi tanpa fafifu untuk segera berkemas. Waktu yang ditempuh untuk sampai ke basecamp sekitar 4 jam dengan cuaca hujan lebat setelah Pos 1. Saat dari Gancik harus hati-hati, dan yang paling aku khawatirkan adalah longsor, tapi tenang saja semuanya aman. Kemudian aku sampai basecamp sekitar pukul 17.00 dan kembali ke Jogja. 

Sekali saja mendaki, aku sudah dibuat penasaran tentang bagaimana rasanya mendaki gunung yang lain. Rasa lelah naik turun gunung bukan jadi alasan merasa kapok. Setelah sampai di atas (red: puncak/mendekati puncak wkwk) dengan segala pencapaian dan lengkap dengan prosesnya, cukup membuatku tersenyum dan lebih mengapresiasi diri sendiri. Kalau mau maju, 'hidup' memang butuh suatu pencapaian. Sadar atau tidak, kita akan termotivasi untuk berusaha lebih (aseek).

Setelah pendakian pertama berhasil (walaupun hanya sampai Sabana 1) aku mencoba pendakian kedua sekitar satu bulan setelahnya. Waktu itu aku ke Gunung Prau via Kalilembu, tunggu tulisan selanjutnya ya hihi.

Sayonara Merbabu...




3 comments:

  1. MAJUTOTO
    Silahkan datang dan daftarkan diri anda sekarang juga..
    hanya di sini JP berapapun di bayar.
    discount 29%/59%/66%
    Banyak Promo Menanti Anda!
    * Minimal deposit 50.000 dapatkan bonus sampai dengan 100.000
    * Bonus Next Deposit 5%
    WA : +6282272437922
    LINE : @majutoto
    LINK ALTERNATIF : Jerukpurut.com

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete