Saturday, April 15, 2017

Menunduk

Hasil gambar untuk menundukkan pandangan bagi wanita

Kenapa harus menunduk? Tatap saja matanya! Tatap dengan tajam! Apa keberanianmu telah terpasung? Apa kamu merasa lemah? Tidak, bukan karena itu...

Kamu tahu, beberapa menit yang lalu saya menjumpai suatu hal. Soal topik ini sebenarnya sudah saya niatkan untuk menuliskannya. Tapi baru kali ini saya ada kesempatan dan barangkali mendapat inspirasi baru untuk menambah value tulisan ini. Semoga.

Akhir-akhir ini saya semakin berfikir jauh ke depan. Bukan soal life plan yang matang atau beberapa hal dalam jangka waktu ini, tapi lebih dari itu. Lebih dari sekadar memikirkan suatu hal, kemudian tercapai dan sudah. Hal ini juga berkaitan dengan perencanaan. Sematang-matangnya kita merencanakan sesuatu tapi jika kita tidak diberikan waktu untuk sampai pada titik perencanaan itu di masa mendatang, semua tak akan tercapai sempurna. Sebelum waktu kita terhenti, sebelum utusan-Nya memanggil kita untuk kembali. Lebih bijaknya memanfaatkan waktu sebisanya agar tak akan jadi kesia-siaan pada penghujung kisah anak Adam. 

Bukan bermaksud membubuhkan segelintir pesimisme, hanya saja perlu diingat kembali apa tujuan awal. Jujur saja saya merencanakan beberapa hal di waktu mendatang, dan sudah pasti kebanyakan orang pun melakukan demikian. Tapi bersamaan dengan itu saya cenderung berfikir, apa saya akan diberi waktu lebih lama, apa di masa yang akan datang saya masih bisa berdiri tegak seperti ini, apa saya diberi kesempatan lebih, apa saya..... Selanjutnya, kisah setiap anak Adam akan berakhir kapan, kita semua tak akan pernah tahu. Oleh karena itu, saya mulai menyadari bahwa besok saya masih ada atau sudah tidak ada itu adalah sebuah keniscayaan. Tinggal dipersiapkan saja bekal untuk kisah setelahnya. Titik ini pun yang menyadarkan saya to try my best untuk kesempatan yang masih ada. Karena keniscayaan juga jika waktu akan terhenti di saat yang tak terduga, bahkan ketika ketercapaian yang selama ini diagungkan belum sepenuhnya digenggam.

Kamu tahu? Ternyata saya terlalu takut. Menunduk membuat diri ini lebih nyaman, saya merasa kecil pada saat itu, merasa belum apa-apa, dan tak ada yang tersisa untuk disombongkan. Begitu juga ketika melihat seorang perempuan sebayaku sewaktu shalat Maghrib tadi. Dia menunduk, saya duduk di shaf ke dua tepat di sebelahnya. Dia menolehku sesaat dan tersenyum tipis sembari melanjutkan apa yang dia kerjakan sebelumnya. Entahlah sepertinya sedang berdzikir atau yang lainnya, dia tetap khusyuk. Meskipun suasana di dalam masjid dekat kos sedikit ramai, beberapa kali menjumpai dia menyeka pipinya. Saat itu sedang jeda antara adzan dan iqomah, jadi ada sedikit waktu untuk duduk menunggu iqomah dan mulai shalat Maghrib berjamaah. Saya masih saja mengamati, seperti ada sisi kehidupan yang membuatnya terus memohon pada-Nya. Entah apa pun itu, kami memiliki kesamaan. Menunduk menciptakan nuansa baru untuk terus sadar diri.

Selesai shalat berjamaah, kembali mendapat motivasi untuk fastabiqul khoirot. Sebelah saya ada yang sedang murojaah (mengulang hafalan Alquran). Kapan lagi dapat suasana seperti ini (maaf ya norak, saya masih seorang pembelajar), sebenarnya enggan untuk beranjak lebih awal. Tapi keburu akan dilanjut kegiatan PPM. Jadi saya pun pulang...

Menunduk bukan karena malu, karena pun menjaga pandangan itu perlu. Bukan karena keberanian ini mulai terpasung atau rasa ingin tahumu akan dunia mulai pudar. Baiknya silakan saja pilah apa-apa yang perlu dipandang tajam dan mana yang hanya boleh ditatap barang satu atau dua detik saja. Saya kembali teringat beberapa tahun yang lalu ketika mengunjungi salah satu pondok pesantren di Kediri. Disana semua santun, terjaga, perempuan dan laki-laki sangat dijaga pergaulannya. Sebagai anak SMA pada saat itu (maaf saya bukan anak pondokan atau pun aliyah), saya merasa terkesan melihat pengatur lalu lintas di pondok. Ini bukan lalu lintas di jalan raya yang mengatur kendaraan, tapi disini yang diatur adalah manusia. Jadi sistemnya seperti lampu merah di perempatan jalan, jalur laki-laki dan perempuan terpisah bagaikan dua arah jalan yang berbeda. Mereka sama sekali tidak berdesakan seperti yang kita tahu kalau pergi ke mall, semua orang berdesakan. Di tempat itu berbeda, MasyaAllah. Jangankan menatap dan saling melirik, berjumpa saja mereka di jalan yang berlainan. Pandangan yang terjaga.

Dengan menunduk saya merasa....

Yogyakarta, 15 April 2017
08:47 PM


Pict source: https://id.pinterest.com/pin/323414816974620765/

No comments:

Post a Comment