Monday, January 18, 2016

Dialog dengan-Mu

Monday, January 18, 2016


Ya Allah, malam ini jadikanlah malam syahdu dialog diantara kita. Izinkanlah aku berdialog lebih lama, bukan dialog seperti menuntut kebijakan public yang marak terjadi, aku hanya ingin menyusuri ruang-ruang dalam hidupku. Tapi disini aku juga tidak akan menuntut, menuntut kebijakanmu atas hidupku, selayaknya para pejuang keadilan itu. Karena aku yakin Engkau adalah Maha Adil atas segala sesuatu.

Berikan aku waktu khusus Ya Allah, walaupun aku tahu Engkau tak pernah tidur sekalipun. Tapi aku ingin ini menjadi malam spesialku untuk mengutarakan apa yang ada. Walaupun lagi-lagi tanpa mengutarakannya Engkau pun sudah tau segalanya. Aku hanya perlu komunikasi, iya komunikasi dengan-Mu. Maafkan aku yang sama sekali tidak bisa memberikan perhatian penuh pada-Mu, anehnya aku malah memberikan perhatian atas apa-apa yang sebenarnya boomerang bagi diriku sendiri. Karena sejauh ini yang aku pahami, betapapun dalamnya kebahagiaan itu, selalu ada kecewa yang sama dalam. Malam ini aku ingin menyampaikan, malam ini aku ingin mengingat.

Terimakasih Ya Allah, Engkau lah sebaik-baiknya perencana. Engkau lah sebaik-baiknya penulis kisah, entah jika dibukukan tak akan mampu setiap toko buku dijagat raya ini menjajakan buku dari setiap kisah yang Engaku goreskan. Aku seharusnya banyak bersyukur, tidak malah menyia-nyiakan segala kenikmatan yang telah Engkau berikan. Parahnya malah aku sering berkeluh kesah atas kisah yang Engkau tuliskan untukku, padahal tahu betul Engkau adalah sebaik-baiknya penulis. Perlu sekali lagi aku tekanakan, aku tak selayaknya mengeluhkan ini itu. Tanpa tendensi untuk memacu kelenjar lakrimalis untuk bekerja lebih ekstra, mengekskresikan apa yang disebut dacry. Dan aku selalu benci jika hal itu terjadi.

Andai saja aku selalu ingat kisah yang menggambarkan seorang muslim yang sengaja tinggal di suatu pulau, sendiri, jauh dari kemaksiatan. Selalu taat beribadah selama masa hidupnya yaitu 500 tahun lamanya. Jika diketahui, ibadah selama itu dan ketaatan yang luar biasa itu hanya dapat mengganti nikmat penglihatannya, yaitu mata. Ibadah selama 500 tahun hanya dihargai nikmat melihat. Lalu nikmat apa lagi yang kita dustakan? Semakin terketuk lah hati ini, aku sudah beribadah seberapa lama? Satu per 16 nya seorang muslim itu pun tak ada. Sudah sepenuhnya taatkah aku? Hmm, aku hanya bisa menggeleng. Lalu jika ditanya, seberapa taat dan seberapa lama kita beribadah sehingga kita dapat menggantikan seluruh nikmat-Nya dan bisa masuk surga? Aku tak pernah tau jawaban pastinya. Yang aku tahu semua insan dikehendaki ke sebaik-baiknya tempat kembali adalah karena kasih sayang-Nya. Sungguh sama sekali tak berdaya seorang manusia tanpa kasih sayang-Nya/rahmat-Nya.

Kasih sayang? Iya kasih sayang! Anak muda, mudah sekali bilang sayang, perhatian ke lawan jenisnya entah untuk maksud apa, agaknya terlalu abstrak untuk dijelaskan, tapi yakinlah pasti paham apa yang dimaksudkan. Ya Allah aku kembali mengetuk hati ini, sudah seberapa sayangkah aku pada-Mu, atau sudah seberapa besar aku membuatmu jelous. Lagi-lagi aku terlalu latah menggunakan istilah anak muda. Iya, sudah seberapa besar aku membuatmu cemburu, dibuat cemburu oleh makhluk ciptaanmu sendiri. Maafkan aku, aku sungguh minta maaf. Kali ini akan kubiarkan kelenjar lakrimalisku mengekskresikan dacry, mengalir bersama hormone adrenalin yang memang harus keluar. Mereda bersama penyesalan.

Seberapa lama waktuku, aku habiskan untuk memikirkannya di celah aktivitasku setiap hari, yang seharusnya itu adalah nama-Mu. Malahan nama-Mu saja aku ingat hanya saat kewajiban beribadah itu datang atau saat bacaan ayat suci itu harus dilantunkan, Astagfirullah kembali kubiarkan dacry itu menetes lagi. Buruk sekali diri ini, sangat buruk.

Terimakasih ya Allah, terimakasih. Tanpa kehendakmu aku tak akan pernah menyadari ini semua, aku tau kasih sayang dan rasa yang tumbuh di waktu muda itu tak pernah salah dan tak sepantasnya disalahkan. Aku yang seharusnya belajar, belajar dan banyak belajar dari guratan pena-Mu, dan menjadikan rasa dan kasih sayang antara ikhwan dan akhwat sebagai pemantik untuk lebih dekat dengan-Mu. Tetap sayangilah aku dan orang-orang yang aku sayangi ya Allah.

Terimakasih atas segala nikmat dan kasih sayang yang telah Engkau berikan. Sungguh aku tak akan pernah bisa menghitung segala nikmat itu, menggunakan formula si jenius sekalipun. Semoga nikmat-nikmat ini bisa aku gunakan untuk hal yang bermanfaat. Terus memperbaiki dan memantaskan diri. Tolong ingetin kalau aku keterlaluan J

Kenapa aku harus mengutarakan sebanyak ini? Entah lah, aku hanya ingin menuangkan isi pikiranku saja. Isi pikiranku seolah-olah hanya tentang itu-itu saja ya? Hmm…

Hati perempuan bisa memaafkan, tapi tidak bisa melupakan apa yang pernah singgah di pedalaman hatinya (A.Fuadi, 2015). Entah apa relevansinya kutipan itu dengan tulisan di atas. :D

Ingat quote indah ini, saat aku temukan tanggal 25 Agustus 2014. “Ketahuilah bahwa para kekasih Allah tidak akan khawatir dan berduka cita” (Yunnus : 62).

Yogyakarta, 12 Januari 2016
02:32 AM
Kos DG.