Wednesday, August 30, 2017

Teruntuk Cik-ku

Wednesday, August 30, 2017
Saat kusampaikan sapa, kau jawab sapa. Saat kutanya kabar, kau jawab kabar. Saat kutanya apa saja, kau jawab apa saja. Tak perlu ada suatu yang mengada-ada, semuanya apa adanya. Dan ternyata kumulai tersadar ternyata kita berkawan. Berkawan dengan sosok sepertimu, seorang yang selalu energik dalam setiap kesempatan. Rupanya udara sejuk Selatpanjang salah satu daerah di Meranti, mampu membuatmu selalu semangat dan buat semangat yang lain.

Tulisan ini aku dedikasikan untuk mu, kawanku, sahabat, mentor, seorang yang mampu ciptakan cerita manis di kota istimewa ini, Yogyakarta. Kau adalah Rismanidar, manusia yang bernafas dengan paru-paru sama sepertiku, sama-sama punya 24 jam sehari, tetapi berasal dari daerah yang berbeda. Rismanidar, gadis asal Meranti yang mempunya mimpi besar, juga memiliki visi yang sama untuk terus maju. Itu lah salah satu alasan kenapa kita dekat. Sosok yang terbawa takdirnya hingga sampai di kota ini, salah satunya untuk bertemu denganku. Jika kita tanya, tak pernah ada yang menyangka kita akan bertemu dengan siapa dan akan melewati apa dengannya. Seperti kau bilang, kau tak pernah menyangka akan kuliah di kota ini, kota yang orang bilang penuh kenangan di setiap sudutnya. Dan aku percaya itu, karena kau juga salah satu pemasok kenangan itu. Menambah sesaknya kenangan yang teringgal di kota ini, terkhusus semua kenangan di kampus kerakyatan yang sebentar lagi kau tinggalkan bersama mimpi-mimpimu.

Berawal dari salah satu konferensi internasional di Kuala Lumpur, Malaysia, alam mulai bicara, pertemukanku dalam kesempatan yang luar biasa. Kalau boleh sedikit bercerita, saat itu aku ke bagian akademik kampus untuk mengurus lembar pengesahan permohonan bantuan dana, karena dirasa konferensi yang kuikuti sama dengannya, aku diberi berkas milik cik Risma. Saat itu juga aku tahu, ternyata kami berjodoh. Singkat cerita aku memulai menyapa lewat sosial media dan cerita berawal dari itu. Tapi ternyata kami sebelumnya tahu dalam diam, kami berada di suatu program pelatihan kepemimpiman yang sama, SP2KM (Sahabat Percepatan Peningkatan Kepemimpinan Mahasiswa) program tahunan dari Direktorat Kemahasiswaan UGM.

Cik semoga suatu saat nanti kau bisa bekerja di BI (Bank Indonesia) seperti harapan yang kau sampaikan malam itu. Semangatmu pantas diacungi empat ibu jari, barangkali aku pinjam ibu jari yang lain kalau boleh. Mau tukang becak, tukang parkir, siapa saja kau semangati. Setiap topik bisa jadi bahan diskusi yang renyah. Setiap peluang diambilnya, setiap saat selalu ramah dengan siapa saja. Aku belajar banyak dibuatnya. Dan ternyata sama-sama tiga tahun tinggal di Jogja, baru pertama kali foto di Jantung Yogyakarta, di depan Tugu Jogja. "Eh lewat sini aja ya, biar bisa lewat Tugu," kata ku saat menuju Jalan Malioboro. "Oh iya, sekalian foto di Tugu," katanya. "Oh iya iya, kamu udah pernah foto di Tugu cik?" tanyaku. "Belum, kamu?" tanyanya lagi. "Belum juga," lalu kita tertawa bersamaan menyibak ramainya jalanan kota Jogja.

Ingat ngga cik, kalau kita pernah sehari 3 kali makan di tempat yang sama demi terselesaikannya sebuah projek. Pondok cabe menjadi saksi. Kalau yang ini aku berharap waiter nya ngga pernah bosan sama kita. Kita beberapa kali juga ikut lomba, tapi beberapa kali juga ngga menang. hehe. Ini bukan soal kalah atau menang, tapi prosesnya telah berhasil buat kita naik kelas (upgrade diri). Coba kuingat lagi, disela-sela rutinitas padatnya perkuliahan kita pernah ke Salsabila Farm. Tak terlalu kecewa karena datang bukan pada musim buah, karena ternyata kita bisa juga makan buah naga sampe kenyang. Habis itu dilanjut ke Turi untuk berjumpa dengan sosok luar biasa pencipta bioetanol dari limbah salak.

Ohya, aku juga minta maaf cik, di hari besarmu, saat wisuda aku tak bisa bertemu. Dan satu hal lagi nih, kayaknya kau satu-satunya orang yang tahu harga dari pemberian yang aku kasih. Karena sialnya aku keceplosan, aku ceritakan gimana proses nawar harga waktu beli itu. haha. Sampe seengga penting itu cerita juga, dan juga pertanyaan ngga penting lainnya. Semisal, "Cik, kamu pernah suka sama orang ngga?", atau pertanyaan fundamental lainnya "Cik, apa sih life goal mu?", dan lain-lain-lain-lain hehe.

Cik, coba inget lagi. Kita hampir banget ketinggalan pesawat haha. Lari-lari di bandara, juga sempet dimarahin bule waktu di bagian imigrasi karena mohon ijin duluan. Hal itu cukuplah buat kita sadar bahwa on time itu penting banget. Waktu udah sampe di seat masing-masing, duduk bentar, dan pesawat langsung take off. Lega. Terus ngga sadar diri, bukannya bersyukur, malahan kita ketawa-tawa ngga jelas sambil ngatur nafas habis lari. Tingkat kepanikan waktu itu bisa dibilang lumayan akut. Coba aja kalau benar ketinggalan pesawat, bisa jadi gembel di negeri orang. 

Soal obrolan semalam di Jalan Malioboro, ternyata belum cukup juga. Makan bakso di pedagang kaki lima, makan ice cream, sekedar jalan-jalan saja sambil ngobrol dan menikmati romantisme suasana malam di Malioboro cukup buat kita bisa belajar satu sama lain. "Cik, kau lihat baik-baik. Bagian sini, itu, semua suasana di sini sebelum kamu besok balik ke Riau. Biar kau ingat kalau ini Malioboro," begitu kurang lebih kataku sambil terus jalan. Tak cuma Malioboro saja, kuharap kau juga akan mengingatku, tak lupa kalau aku adalah Destri Karlina, seorang yang kadang suka bilang "so inspiring, u*ch (mencoba mengurangi ini setelah tahu artinya)" di kolom komentar atau pun saat chatting. Seperti tanah yang merindukan hujan, selalu berharap dia datang untuk menyuburkan. Tunggu kedatanganku, doakan aku jadi orang kaya biar bisa beli tiket pesawat ke Riau hehe. Empat jam berlayar, sampai di Tanjung Buton, lanjut ke kampung halamanmu. Entah dimana, nanti kutanyakan lagi ya alamatnya hehe.

Teruntuk kawanku, kudoakan semoga kau segera jadi orang sukses, kembangin daerahmu, buat perpustakaan di desa, mengabdi di Kabupaten Meranti, lanjut study master di Prancis, dan bagi-bagi kelak suskesnya :D. Ohya satu lagi, kutunggu bukumu yang katamu bakal kautulis waktu udah S2. Doakan aku juga cik, supaya nanti kita bisa berbagi kisah masing-masing di kesempatan mendatang.

Cik, dengan ini kau berarti salah satu orang yang berkesan in my life. Terabadikan di blog pribadiku, tanpa sensor dan jelas kusebutkan nama hehe. Karena beberapa orang yang berkesan lainnya hanya kutulis dan kusimpan di folder PC dengan berbagai alasan hihi. Dan sebenernya aku ngga mau keras-keras bilang ini, ingin bisik-bisik saja biar kau ngga bisa dengar. Karena pun aku tahu betul gimana ekspresimu kalau kau dipuji atau semacamnya haha.

Pesanku, aku ingin kau sehat selalu sampai kita bisa berjumpa lagi. Terima kasih kau sudah ajarkan aku untuk berani bermimpi, berjuang, dan tekun dalam berproses. Karena perihnya perjuangan ini belum seberapa. Jangan lupa kau bagikan ceritamu denganku, entah itu suka maupun duka aku akan tetap dengar. Terima kasih kebersamaannya cik. Maafkan juga kalau ada kilafku padamu ya cik. Terakhir, aku akan rindu logat melayumu.
Your cup of tea,
Destri Karlina

Yogyakarta, 29 Agustus 2017
17:50 WIB

Thursday, August 17, 2017

Deepest Motivation

Thursday, August 17, 2017
Selamat malam semuanya...
Alhamdulillah yah, masih diberi kesempatan buat ngetik hehe. Betul, segala sesuatu perlu disyukuri, bahkan nikmat sekecil apa pun ☺

Ijinkan aku bertanya yaa, ngga susah kok pertanyaannya. Pertanyaan: “Siapa yang percaya sama mimpi?” Hayo ngaku, siapa yang percaya? Percaya sih boleh percaya, tapi yang paling penting percaya sama yang di Atas ya. Karena bisa fatal banget kalau ngga percaya (krik krik).

Kenapa sih nanyain ginian? Jadi dulu aku pernah kepikiran buat ikut konferensi Internasional. Pernah juga kutulis di salah satu cabang life maping yang aku bikin buat nglengkapin suatu persyaratan di kegiatan. Jadi, aku tulis saja sebagai formalitas. Merealisasikannya saja rasa-rasanya belum sampai terfikirkan lagi, atau bahkan lupa.

Dan ternyata Dia mendengarnya. Tanggal 9-10 Agustus kemarin aku baru saja mempresentasikan paper di SMICBES dan SMICSOS. Aku saja baru menyadari kalau aku pernah menulisnya dalam salah satu daftar capaian yang aku tulis satu tahun lalu. Percaya ngga percaya alam bawah sadar kita merefleksikan dalam bentuk tindakan untuk mencapai sesuatu yang kita inginkan. Dengan catatan itu memang benar-benar berasal dari deepest motivation.

Entah angin apa yang membawaku sampai pada titik itu. Norak? Absolutely yes. Soalnya aku ngga pernah presentasi ginian, apa lagi pake bahasa Inggris. Soalnya aku juga ngga jago-jago amat, bisa dibilang Bahasa Inggris pernah masuk daftar mata pelajaran yang ngga aku senangi saat masih di bangku sekolah. Tapi guys, tahu ngga sih Bahasa Inggris itu penting banget (jelas sudah tahu ya, aku aja yang cara berfikirnya kurang berkembang dari dulu-dulu). Ya begitu deh, motivasi buat belajar bahasa satu ini jadi terus digali (semoga istiqomah). 

Banyak hal yang aku pikirkan. Apa lagi menyoal question and answer session, khawatir kalau ngga ngerti dan ngga tahu mau jawab apa. Kalau presentasi in sha Allah bisa diantisipasi jauh-jauh hari sembari latihan dan mungkin sedikit hafalan hehe (jujur closing sama opening aku hafalan, kata tips yang aku tahu, kedua hal itu penting buat bikin presentasi berkesan :D)

Tapi perlu diingat juga kalau ingin naik kelas (meng-upgrade diri) siap-siap buat cintai prosesnya (sembari cintai doi juga ngga papa asalkan sudah halal ☺). Salah satu capaian ini mungkin juga tak seberapa dengan kawan-kawan yang lain, tapi bagiku menjadi sutau pengalaman yang berkesan (niatnya aku mau nulis yang part II). Bukan niat untuk membanding-bandingkan, karena setiap bunga punya masa mekarnya masing-masing. Begitu juga aku. Banyak sekali kawan yang sudah melakukan hal lain yang lebih berkesan, tapi pun ini juga salah satu pengalaman yang berkesan buatku sebagai salah satu kisah yang akan kuingat, atau bisa juga sebagai batu loncatan buat naik kelas lagi. Dan sebenernya bukan seberapa berkesan juga guys, tapi seberapa banyak kita bisa mengambil pelajaran dari suatu peristiwa (just my opinion). Misalkan saja, habis ikut konferensi ini aku makin termotivasi buat belajar lebih soal research. Apa lagi habis dapat kritik dan saran dari peserta lain, intinya kapsitas dan kemampuanku dalam hal ini masih banyak sekali yang perlu dibenahi. :D

Percayalah kalau kita bisa! Tulis saja apa yang kita maui, kita senangi, kita ingini. Semoga semua itu bisa menjadi nyata dengan usaha yang ikhlas. Sayangnya aku bukan seorang motivator yang andal, jadi boleh percaya boleh engga.

See ya!

Cialcap, 17 Agustus 2017
07:18
Dirgahayu Indonesia, 72 tahun :)

Saturday, July 22, 2017

Akar dan Niat

Saturday, July 22, 2017


Hallo hay...
Ketiga setelah Allah SWT dan orang tua, aku ucapkan terima kasih kepada YouTube. Baru aja aku dapat pelajaran berharga soal 'pengakuan' dari sosok Pahlawan Lingkugan Mbah Sadiman. Ini mungkin udah ngga up to date  banget ya, aku lihat dari YouTube di acara yang diadain tahun lalu. Jadi kurang lebih seperti ini, banyak sekali aku jumpai orang menggilai atas pengakuan. Entah itu saat mendapat menghargaan atau apa. Kebanyakan yang aku amati (maaf kalau salah), orang ingin sekali diakui bahwa dia itu A, B, C. Itu semua sama sekali ngga ada salahnya (menurutku), tapi sejatinya value apa sih yang bisa dibawa. Melakukan sesuatu untuk sebuah pengakuan? Kok kedengarannya jauh dari ihklas dan esensi dari apa yang dilakukan ya (#selfreminder). 

Guys, aku tanya. Sebenernya apa sih deep motivation temen-temen saat memulai sesuatu? Pasti jawabannya macam-macam. Semoga lillah ya. Dari yang aku tonton barusan di YouTube, menjadi sebuah penyadaran berharga bagi siapa saja. Mbah Sadiman, keren takjub. Mungkin juga si Mbah ngga pernah menyangka untuk mendapat pengakuan sebagai Pahlawan Lingkungan setelah mengabdikan dirinya selama kurang lebih 20 tahun, menghijaukan hutan. Dialog inspiratif dalam reality show tadi mengajarkan "tak perlu mengagungkan diri" sebagai yang ter- ter-. Sempat juga ngobol dengan senior, herannya bilang begini "Juara di suatu lomba atau event sebenernya bahaya des", kurang lebih begitu. Maksudnya bukan untuk membatasi presetasi ya hehe, jadi kalau sang juara itu jadi mengagungkan diri, disitu masalahnya. Boleh percaya diri, tapi di atas langit masih ada langit. Lebih bijaksananya, semakin menunduk saja seperti padi :)

Idaman untuk mencapai 'hasil', kadang bisa bikin bias proses yang harus kita lakukan (aku bicara soal ini karena aku pernah ngalamin). Intinya prosesnya dulu, ikhlas (ciye, aku masih belajar nak, ingetin kalo salah). Pencapaian itu bukan akhir segalanya, atau pun bukan trofi atau penghargaan yang bisa dipantengin tiap detik. Itu nol, yang penting sejauh mana value-nya. 

Aku mengaguminya, yang bekerja tanpa berbisik, baiknya cukup dia yang tahu, manfaatnya biar orang yang merasakan. Tak perlu pengakuan, karena alam dengan sendirinya yang akan mengungkap. Bekerja seperti "Akar", tak telihat tapi besar manfaatnya. Tak perlu menampakan diri demi kokohnya bagian yang lain untuk terus menjulang. Kongrit. Aku juga dapat pelajaran ini dari sosok teman yang sampai sekarang masih ingat namanya, hebat tapi hal itu tak pernah terucap olehnya, tak pernah mengungkap baiknya, cukup alam yang tahu. Akhirnya kunamainya sebagai 'akar yang lain'.

Sekian ya, entah berfaedah atau ngga. Ini aku tulis berdasarkan pendapatku sendiri dan cara pandangku terhadap suatu hal. Kalau salah mohon diluruskan :)

Pesannya kalau udah meroket jangan lupa ingat daratan. Kalau awal berkarya niatnya pingin diliat orang lain, mending murnikan niat dulu. Biar bisa dicatat sama Malaikan Rokib hehe. Kalo ngaji atau ibadah aja selalu diingetin buat niatnya mukhlislillah karena Allah, yang ini juga dong. Karena apa yang didapat akan sesuai apa yang diniatkan.

Ykt, 22 Juli 2017
09:56 AM

Pictsource: http://ae01.alicdn.com/

Friday, July 21, 2017

Mandiri

Friday, July 21, 2017


Guys, kamu tahu ngga hal yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yang paling membuat diri merasa malu, dan kadang jadi mikir kok begini ya, aku bisa apa. Yaitu ketika menjadi beban bagi orang lain (mungkin itu hanya perasaanku saja).

Tapi kali ini aku bener-bener sadar, kita hidup ngga bisa terus bergantung pada orang lain. Semua ini berdalih ingin lebih mandiri. Bukan untuk menolak uluran tangan orang lain, karena orang lain sudah terlalu baik untuk terus mengulurkan tanggannya entah dalam hal apa pun dan dengan cara apa pun.

Kamu tahu, sebenarnya aku enggan untuk lebih banyak bercerita soal ini. Tapii.. hmm. 
Dan seketika ini juga aku sangat merindukannya (Bapak) di rumah. Entah kebaikan-kebaikan apa yang lupa aku ucapkan terima kasih, perhatian tersiratnya yang membuatku tersenyum kecil, tanggung jawabnya membesarkanku sampai sekarang, dan hal lainnya yang tak bisa kutuliskan panjang lebar.

Sedikit mellow tak pa ya. Sekalian buat penyadaran bagi kita semua, ini juga sekaligus self reminder buatku sebagai anak bungsu, yang katanya si bungsu itu manja. Tapi tenang saja, itu hanya mitos kok, kembali lagi pada pribadi masing-masing. Aku anak bungsu, iya, tapi aku…… (sudah lah).

Guys, hidup enak itu emang enak (ngga ada yang bilang hidup enak itu ngga enak). Kalau mau sukses tak jarang harus melewati fase perih dulu, iya perih, perih untuk mencapai apa yang ingin diraih. Bukan bermaksud juga sukses itu money oriented, hanya saja financial bisa jadi salah satu jalan yang merefleksikan kesuksesan. Tapi secara pribadi aku membenarkan, jika berkecukupan mau ibadah in sha Allah bisa lancar, mau umroh/haji in sha Allah cukup, apa lagi untuk sodakoh jariyah (MasyaAllah yang ini). Boleh ya motivasinya untuk ini (iya boleh banget, malah harus). Tinggal semua itu bakal digunain buat apa, foya-foya, hura-hura atau ngga. Karena semua itu ada pertanggungjawabannya.

Dan belakangan ini aku semakin berfikir realistis, liat peluang (ngga cuma diliat), ambil konsep, ide, sampaikan ke tim, dan mencoba realisasikan. Bismillah, kun fayakun jadi! Aamiin. Intinya aku semakin berfikir gimana caranya bertahan hidup pasca lulus nanti, bukan menyoal orang tua akan lepas tangan atau ngga, tapi ini soal pendewasaan guys (bukan bermaksud menggurui, #selfreminder). Aku juga masih belajar.

Jadi, doakan ya aku bisa jadi pengusaha hehe, walaupun lumayan telat terjun di bidang entrepreneur. Bukan masalah juga kalau ngga punya basic pendidikan formal (ane Rekam Medis). Kita bisa belajar dari mana aja, yang terpenting atmosfer buat mencapai itu bisa terjaga. Motivasi ternyata punya peranan besar buat belajar otodidak atau sekedar berdiskusi sama yang lebih tahu.

Intinya, intinya, intinya... Lakukan pada yang kita bisa, tapi jangan fokus dengan hal yang ngga guna (apa lagi fokus sama orang yang salah *ehh). Kalau ada yang nanya "Aku sih bisanya apa ya kak?", cukup tanyakan pada diri, motivasimu apa. Motivasi sedikit banyak bisa jadi fondasi buat bisa, percayalah, (percayalah sama Tuhan). Minimalnya lagi, punya mimpi. Mimpi itu gratis, kalo yang gratis aja ngga punya, lalu punyanya apa dong? It's okay, kalau punyanya yang ngga gratisan hehe. Entah ini kata siapa, kurang lebih begini "orang yang paling miskin bukanlah orang yang tidak memiliki harta, melainkan orang yang tidak punya mimpi", semoga kita bukan termasuk orang miskin itu ya :)

Menyoal topik yang aku ambil, soal "mandiri", aku sebenernya sedih (ini beneran sedih). Alasan aku sedih adalah saat diri ini masih menjadi tanggungan. Cukup sederhana mimpiku, membuat orang tua tersenyum bahagia. Ngga perlu lagi capek, ngga perlu lagi memikirkan banyak hal, ngga perlu mengkhawatirkan something, dan bla bla bla. Cukup duduk manis, fokus ibadah, sambil dengerin kisah bahagia satu sama lain (indahnya hidup ini).

So, lekaslah menjadi mandiri! Pesan itu juga dengan sangat spesial ditujukan pada diri ini. Saat kulihat keriput wajahnya, rambutnya yang kian memutih, cukuplah menjadi alasanku untuk.........

Alhamdulillah masih bisa kutemukan tarikan kedua sudut bibirnya, kuharap sampai nanti tak akan pernah hilang. Dan dapat semakin sering bisa kulihat :)

Hayo apa aku, kamu, kita sudah bisa mandiri? Mandiri itu punya artian yang luas. Tulisan ini aku tulis dengan kadar kebaperan yang lumayan. Semoga kita semua bisa mandiri ya, jangan bikin repot, kalau bisa dilakuian sendiri kenapa engga.

Salam dariku dengan senyuman terbaik sebagai seorang gadis yang ingin mandiri (Asek).
See ya!


Ykt, 21 Juli 2017
11:10 PM


PictSource: shutterstock.com

Tuesday, June 20, 2017

Hai Masa Lalu

Tuesday, June 20, 2017
Entah niatan apa yang menggerakanku untuk menulis ini. Jika kau baca judulnya, barangkali akan terbersit prasangka kalau aku masih terpaut dengan masa lalu. Jawabannya iya, tapi ijinkan aku menulis lebih panjang agar terlihat jelas benar adanya dan terlihat jelas seutuhnya.

Gambar terkait

Hai masa lalu.
Aku hanya ingin menyapa. Apa kabarnya kau disana? Apa kau baik-baik saja? Ku harap kau baik-baik saja dengan segala yang ada padamu. Dan perlu kau tahu aku baik-baik saja di sini, bahkan lebih baik saat terakhir kali kau ada.

Hai masa lalu.
Sudah waktu yang lama aku tak melihatmu dalam setiap hembus nafasku. Apa kau sudah berdebu? Apa kau masih seperti yang dulu? Itu bukan masalah, selagi kau masih terus berlaga.

Hai masa lalu.
Aku ingin berterima kasih. Terima kasih atas pelajaran yang telah kau berikan. Mengajarkanku atas banyak hal dan menjadi salah satu proses atas adanya diriku di masa kini. Aku di masa kini sedang mempersiapkan masa depan dan menggapai mimpi. Terima kasih atas rentetan pelajaran itu. Aku tak akan melupakannya, tapi tak juga mengingatnya berlama-lama. Hanya sesekali saja sebagai pendewasaan tentang aku harus bagaimana di masa depan. (Bukankah mengambil hikmah itu lebih baik dari pada tidak sama sekali?).

Hai masa lalu.
Aku pernah sedih, rapuh, kacau seperti yang lainnya. Bahkan aku pernah jatuh sejatuh-jatuhnya saat Dia tak mengijinkanku menggenggam asa itu. Itu juga bukan masalah, aku telah mengambil hikmah sedapatnya. Semua kisah itu sudah aku simpan dalam kotak kecil di celah nadiku. Sesekali mungkin aku buka, tapi tidak perlu lama-lama. Hanya untuk mengingatkanku saja, sejauh mana dulu aku mencapai masa kini.

Aku tak menyalahkan masa lalu, bukankah aku ada di masa kini karena hal-hal yang terjadi di masa lalu? Aku hanya berusaha berjuang untuk lebih tangguh dan mempersiapkan kisah hebat di masa depan.

Hai masa lalu.
Aku sekarang telah bahagia dan sedang merancang sebuah kisah di masa depan. Aku fokuskan diriku dengan beberapa hal yang aku sukai. Aku telah menemukan passion-ku. Besok atau lusa, aku semogakan masa depanku bisa lebih indah dan mengindahkan orang lain. Entah dengan siapa aku akan menuntaskan kisah hidup di dunia. 

Selamat jalan di penghujung kisah masa lalu. Aku pun sedang merajut kisah sampai penghujung kisahku sendiri, menata diri, memperbaiki diri, mendewasakan diri, dan dapat berakhir dengan khusnul khotimah. Akhir itulah yang benar-benar selalu kusemogakan. Bismillah.

Hai masa lalu.
Salam dariku, aku dari masa kini, dan aku masa lalu dari masa depanku.

Yogyakarta, 20 Juni 2017
07:05 AM

Pict source: agusleader.com

Thursday, April 20, 2017

Jangan Sentuh Hatinya

Thursday, April 20, 2017
Hasil gambar untuk diamond hati

Kamu tahu apa yang membuat hati perempuan tergerak? Jangan kau tanyakan pada angin yang sering kau minta untuk menyampaikan salam padanya. Tak perlu juga kau cari tahu apa isi hati perempuan. Karena aku akan sedikit menuntun jemariku untuk menuliskan tentang itu. Bukan bermaksud menelanjangi isi hati, barangkali ini akan menjadi hal baru untuk dilirik sebentar saja.

Hati perempuan itu halus, lembut, seperti kapas. Sungguh merugi seorang yang berani menyentuh hatinya tapi pada akhirnya hanya akan menitipkan luka lara. Meskipun hati perempuan mudah memaafkan, tapi ia tak mudah memudarkan ingatan tentang apa yang telah singgah di pedalaman hatinya (Fuadi, 2015). Meski tak mudah, akan ada pelabuhan baru untuk memulai berlayar bersama, itu sebuah keniscayaan.

Hati dan jiwa perempuan itu lembut, maka jangan kau maki dengan kata yang menyakitkan. Cukup diamkan dan utarakan dengan santun. Jangan kau tanyakan pada langit, kenapa ia bisa menerima apa saja yang singgah. Karena langit terlalu agung, meskipun kita tak pernah mendengar bisik angkuhnya. Kita tahu karena melihat.

Kadang, hati dan jiwa perempuan pun mudah pecah. Kita tak bisa melihatnya, karena hatinya tersimpan dalam. Dalam hal ini, aku beri kutipan dari Ali bi Abi Thalib "Sungguh wanita mampu menyembunyikan cinta selama 40 tahun, namun tak sanggup menyembunyikan cemburu meski sesaat". Jika sudah terpaut dengan hatinya, jangan lah patahkan. Jika tak bisa, maka tinggalkanlah.
Jangan sentuh hatinya.....

Meskipun mudah pecah, di lain waktu hati perempuan bisa lebih kokoh dari pada besi yang mudah karatan. Karena tak jarang ada besi yang terus mempertahankan ronanya sampai 40 tahun, pun akan menjadi rapuh dan berkarat. Lain dengan hati perempuan. Dari kutipan Ali bin Abi Thalib, hati perempuan sungguh kokoh menyembunyikan perasaannya hingga terus beranak pinak selama 40 tahun.

Cukup sudah kutuliskan sampai di sini. Tulisan singkat dan ringan. Ditulis dalam keadaan sadar dengan prespektif penulis sendiri.


Yogyakarta, 19 April 2017
12:26 AM

Pict source: Marieclaire.co.id

Sunday, April 16, 2017

Anak Bawang

Sunday, April 16, 2017
Hasil gambar untuk hafalan quran

Bajunya putih, semua bersih, rapih, tanpa ada keraguan untuk melangkahkan kaki menuju kedamaian Ilahi. Iya, mereka adalah anak Permata (Pemberdayaan Rumah Tahfidz). Sebelum kujumpai mereka, awalnya aku curiga pada diriku sendiri, apa aku bisa menyesuaikan. Aku masih 'anak bawang', kabar kalau mau ada halaqah sugra (pertemuan siswa tahfidz) pun mendadak. Tapi akhirnya aku turut serta dalam rangkaian acara tersebut. 

Rasa khawatir mungkin ada, karena aku memang anak baru di sini (newbie). Tapi menjadi pembelajar tak perlu malu, yang penting semangat dan niat. Usiaku mungkin tak lagi remaja, aku sudah sampai pada kepala dua. Bahkan soal ini teman-teman sebaya sudah ada yang sering bahas tentng nikah :D. Wait, kita ngga fokus ke hal itu dulu ya. Sebelum nikah sudah pasti banyak sekali yang harus dipersiapkan, salah satunya memperdalam ilmu sebelum menjadi madrasah pertama bagi anak-anak. Bukan bermaksud ibu-able atau semacamnya, hanya saling mengingatkan saja demi peradaban yang lebih baik.

Sebelum melebar kemana-mana, aku ingin mengutarakan hariku sore ini pada semburat mega yang sudah tak lagi tampak. Ini pengalaman baru, sekaligus dapat suntikan motivasi untuk mncitai lebih pada Alquran. "Hati kita harus terisi dengan Alquran", begitu kata salah satu nasihat dari pemateri. Kelak seorang pengahfal Alquran pun akan mengadiahkan mahkota yang sinarnya mengalahkan sinar matahari kepada kedua orang tua, begitu juga kata pemateri yang lain. Apa lagi keutamaan bagi yang mengamalkannya?

Halaqah Sugra hari ini tak lama, dimulai dari setelah ashar sampai sebelum maghrib. Pada acara inti, semua siswa tahfidz membaca Alquran secara bersamaan kemudian dilanjutkan hafalan secara bersambung-sambung (sambung ayat). You know lah, anak bawang ini belum sampai punya banyak hafalan. Jadi aku mengikuti saja semampunya, dan kalau memang ngga hafal boleh sambil membaca.

Ternyata waktu begitu cepat belalu, jangan mau disibukkan dengan hal yang kurang berfaedah (pesan untuk diri sendiri juga). Untuk itu aku sampaikan satu hal lagi pesan dari pemateri, "jangan kita bahagia cuma karena kenikamatan duniawi saja. Alangkah senangnya orang yang bahagia dengan hal yang terpaut dan diridhai Allah". Artinya, sungguh membahagiakan orang bahagia yang bagaianya juga membahagikan-Nya (semoga paham maksudnya hehe). Misalkan kita bahagia jika mampu menghafal Alquran lebih banyak atau mempunyai amalan andalan lainnya.

Kini anak bawang pun menyadari, banyak hal yang harus dibenahi lagi. Sekian untuk hari ini, semoga ada hikmahnya. Aamiin.

Yogyakarta, 16 April 2017
07:04 PM

Pict Source: www.ummi-online.com

Saturday, April 15, 2017

Menunduk

Saturday, April 15, 2017
Hasil gambar untuk menundukkan pandangan bagi wanita

Kenapa harus menunduk? Tatap saja matanya! Tatap dengan tajam! Apa keberanianmu telah terpasung? Apa kamu merasa lemah? Tidak, bukan karena itu...

Kamu tahu, beberapa menit yang lalu saya menjumpai suatu hal. Soal topik ini sebenarnya sudah saya niatkan untuk menuliskannya. Tapi baru kali ini saya ada kesempatan dan barangkali mendapat inspirasi baru untuk menambah value tulisan ini. Semoga.

Akhir-akhir ini saya semakin berfikir jauh ke depan. Bukan soal life plan yang matang atau beberapa hal dalam jangka waktu ini, tapi lebih dari itu. Lebih dari sekadar memikirkan suatu hal, kemudian tercapai dan sudah. Hal ini juga berkaitan dengan perencanaan. Sematang-matangnya kita merencanakan sesuatu tapi jika kita tidak diberikan waktu untuk sampai pada titik perencanaan itu di masa mendatang, semua tak akan tercapai sempurna. Sebelum waktu kita terhenti, sebelum utusan-Nya memanggil kita untuk kembali. Lebih bijaknya memanfaatkan waktu sebisanya agar tak akan jadi kesia-siaan pada penghujung kisah anak Adam. 

Bukan bermaksud membubuhkan segelintir pesimisme, hanya saja perlu diingat kembali apa tujuan awal. Jujur saja saya merencanakan beberapa hal di waktu mendatang, dan sudah pasti kebanyakan orang pun melakukan demikian. Tapi bersamaan dengan itu saya cenderung berfikir, apa saya akan diberi waktu lebih lama, apa di masa yang akan datang saya masih bisa berdiri tegak seperti ini, apa saya diberi kesempatan lebih, apa saya..... Selanjutnya, kisah setiap anak Adam akan berakhir kapan, kita semua tak akan pernah tahu. Oleh karena itu, saya mulai menyadari bahwa besok saya masih ada atau sudah tidak ada itu adalah sebuah keniscayaan. Tinggal dipersiapkan saja bekal untuk kisah setelahnya. Titik ini pun yang menyadarkan saya to try my best untuk kesempatan yang masih ada. Karena keniscayaan juga jika waktu akan terhenti di saat yang tak terduga, bahkan ketika ketercapaian yang selama ini diagungkan belum sepenuhnya digenggam.

Kamu tahu? Ternyata saya terlalu takut. Menunduk membuat diri ini lebih nyaman, saya merasa kecil pada saat itu, merasa belum apa-apa, dan tak ada yang tersisa untuk disombongkan. Begitu juga ketika melihat seorang perempuan sebayaku sewaktu shalat Maghrib tadi. Dia menunduk, saya duduk di shaf ke dua tepat di sebelahnya. Dia menolehku sesaat dan tersenyum tipis sembari melanjutkan apa yang dia kerjakan sebelumnya. Entahlah sepertinya sedang berdzikir atau yang lainnya, dia tetap khusyuk. Meskipun suasana di dalam masjid dekat kos sedikit ramai, beberapa kali menjumpai dia menyeka pipinya. Saat itu sedang jeda antara adzan dan iqomah, jadi ada sedikit waktu untuk duduk menunggu iqomah dan mulai shalat Maghrib berjamaah. Saya masih saja mengamati, seperti ada sisi kehidupan yang membuatnya terus memohon pada-Nya. Entah apa pun itu, kami memiliki kesamaan. Menunduk menciptakan nuansa baru untuk terus sadar diri.

Selesai shalat berjamaah, kembali mendapat motivasi untuk fastabiqul khoirot. Sebelah saya ada yang sedang murojaah (mengulang hafalan Alquran). Kapan lagi dapat suasana seperti ini (maaf ya norak, saya masih seorang pembelajar), sebenarnya enggan untuk beranjak lebih awal. Tapi keburu akan dilanjut kegiatan PPM. Jadi saya pun pulang...

Menunduk bukan karena malu, karena pun menjaga pandangan itu perlu. Bukan karena keberanian ini mulai terpasung atau rasa ingin tahumu akan dunia mulai pudar. Baiknya silakan saja pilah apa-apa yang perlu dipandang tajam dan mana yang hanya boleh ditatap barang satu atau dua detik saja. Saya kembali teringat beberapa tahun yang lalu ketika mengunjungi salah satu pondok pesantren di Kediri. Disana semua santun, terjaga, perempuan dan laki-laki sangat dijaga pergaulannya. Sebagai anak SMA pada saat itu (maaf saya bukan anak pondokan atau pun aliyah), saya merasa terkesan melihat pengatur lalu lintas di pondok. Ini bukan lalu lintas di jalan raya yang mengatur kendaraan, tapi disini yang diatur adalah manusia. Jadi sistemnya seperti lampu merah di perempatan jalan, jalur laki-laki dan perempuan terpisah bagaikan dua arah jalan yang berbeda. Mereka sama sekali tidak berdesakan seperti yang kita tahu kalau pergi ke mall, semua orang berdesakan. Di tempat itu berbeda, MasyaAllah. Jangankan menatap dan saling melirik, berjumpa saja mereka di jalan yang berlainan. Pandangan yang terjaga.

Dengan menunduk saya merasa....

Yogyakarta, 15 April 2017
08:47 PM


Pict source: https://id.pinterest.com/pin/323414816974620765/

Sunday, April 9, 2017

TM Lomba Sungguh Greget

Sunday, April 09, 2017
Hallo selamat pagi..

Pagi yang cerah ya, secerah kabar bahagia itu datang bersama angin pagi yang membawa asa. Ditambah lagi hari ini libur, kebahagiaan yang hakiki. Dan telah diriwayatkan dalam kisah ini, kemarin adalah hari yang luar biasa. Prosesnya greget, bolak-baliknya greget, persiapannya greget, pengalamannya juga greget. Alhamdulillah hasilnya juga InsyaAllah greget.

Dear orang yang tersayang (orang tua), temen-temen, mas, mbak, kakak, adik, makasih ya atas supportnya. Luar biasa, entah saya mau bilang apa. Prosesnya mantap jiwa kalau orang bilang. :D

Bismillah, mau nulis sepenggal cerita kemarin. Cerita yang menambah perspektif baru tentang hal yang ingin diperjuangkan. Tentang deep motivation, tentang hasrat untuk mencapai sebuah pencapaian, tentang rasa, dan tentang manajeman berfikir.

Beberapa hari lalu, waktu saya mendapat poster lomba yang saya ikuti kemarin. Saya merasa tertarik untuk mencobanya, walaupun niat sempat surut waktu mau bayar pendaftaran hehe (makhlum ya anak kos). Tapi akhirnya disela-sela waktu terkhir, saya mendaftarkan diri menjadi peserta lomba. Transfer lah saya di hari 'terakhir pendaftaran', which is hari pendaftaran udah diperpanjang sebelumnya. Tapi tak sia-sia dan Alhamdulillah dapat juara..... 1st winner. :)

Banyak cerita dibalik itu semua, mulai dari kereta, tiket abis, dosen pendamping, bus, gojek, Stasiun Purwosari, saling tunggu, kantin, sampai si abang dari Bandung. Paket lengkap ya. Ohya, bdw ikutan lomba apa sih sebenernya? Nama event nya itu Indonesian Medical Record Competition yang diselenggarakan oleh Apikes Citra Medika Surakarta, dimana terbagi menjadi tiga kategori yaitu Statistik Rumah Sakit, Pemrograman Rekam Medis, dan yang terakhir Manajemen Unit Kerja. Yang terakhir ini nih yang saya coba perjuangkan *ehh. Iya, benar memang adanya demikian. Kalau Statistik Rumah Sakit, rasa-rasanya saya belum dulu karena ngga terlalu eksak-able, malah akhir-akhir ini lebih suka soshum. Kalau pemrograman, bisa-bisa coding gatot, mungkin karena potensi di pemrograman masih timbul tenggelam ya. Nah, kalau Manajemen Unit Kerja ini lah yang sampai saat ini menjadi passion. Lebih suka manajemen, lebih suka menganalisis permasalahan lalu mencari solusi, konkrit, dan semoga solutif. Apa lagi kalau manajemen dikolaborasikan dengan leadership, pasti akan menciptakan suatu yang luar biasa.

Padahal ini belum masuk inti cerita, tapi udah panjang bener ya. Jarang-jarang prolognya sepanjang ini. Nah, karena prosesnya berhari-hari jadi saya coba tulis per part. And those are really memorable moments for me, thank you so much for everyone who involved in my journey. 


Sabtu, 25 Maret 2017

Ini adalah hari dimana saya memulai Technical Meeting, belum terpikiran bakal sama siapa ke Surakarta, sampai pada akhirnya ada temen yang nawarin buat nemenin. Awalnya ngga ada niatan buat ngajak siapa pun, kepikiran aja kalau waktu mereka bakal ngga produktif cuma buat nemenin TM doang hehe. Ehh ternyata doi nawarin diri, Alhamdulillah rejeki nomplok. Doi ini namanya Dyan, anak yang kalo selfie bilang 'aduh kayak ibu-ibu ya', padahal kan mother characteristic ya a.k.a keibuan :D

Rencana awal ingin naik kereta pukul 7.15 (biar so sweet) tapi ternyata kehabisan tiket. So, dengan berat hati kami menuju Terminal Giwangan dan akhirnya naik bus. Ala-ala anak muda, kami berdua ngobrol banyak hal mulai dari kisah merah jambunya doi, soal kampus, persiapan lomba, dan hal remeh temeh ngga penting lainnya.  Cukup sekitar satu jam lebih beberapa menit, kami sampai di Surakarta. Turun di depan Rumah Sakit Panti Waluyo dan naik gojek sampai Apikes Citra Medika. Sampai sana sekitar pukul 08.30, sedangkan TM terjadwal pukul 10.00. Jadi kami memutuskan untuk sarapan pagi dulu di kantin. Hal yang paling saya ingat, saya berasa orang asing waktu itu. Bukan karena apa, tapi setiap mata memandang dan saya berasa salah kostum (read: kaya anak main). Semua mahasiswa berseragam rapih, berjilbab dengan warna yang sama dan memakai hair net bagi yang tak berjilbab. Meskipun awkward moment, kami pun tetap makan dengan tenang dan seolah tak terjadi apa-apa. Akhirnya perut pun kenyang.

Kali ini ngobrol cantik "Eh Des, gimana kalo nanti aku ngga boleh masuk?". "Halah udah, katanya bebas kok, kamu jadi pendamping aku aja" jawabku. Dan ternyata doi beneran ngisi presensi di daftar dosen pendamping. Itulah sedikit obrolan singkat yang 'kurang penting'. Saat TM pun kami kasak-kusuk ngga jelas (ngebahas soal dirinya yang jadi dosen pendampung dadakan), bismillah tapi kondusif kok. TM berjalan lancar dan kami sempat terlibat dalam obrolan hangat dengan dosen pendamping asal Bandung, ini masih abang-abang (soalnya masih muda). Bang Tio namanya, easy going. Setidaknya kali ini obrolannya sedikit berbobot dengan topik bahasan yang bermutu terkait jurusan, penelitian, dosen, dan beberapa bahasan lainnya.

Terima kasih di, sudah menemaniku sejauh ini (ciye terhura). Waktu TM sama sekali ngga kepikiran buat ngajak dosen pendamping. You know lah kepadatan jadwal dosen, apa lagi TM nya hari Sabtu, ngga enak hati buat ngajak beliau. Tapi waktu itu juga, buat hari H-nya saya coba menghubungi Ibu Sav yang udah jadi teman diskusi waktu persiapan lomba dan membahas beberapa materi tentang Manajemen Unit Kerja. Beliau udah exited banget buat ngedampingin. Tapi, lagi-lagi memang ditakdirkan buat mandiri. Beliau ngga bisa karena surat tugas dari kampus ngga bisa mendadak. Sebenernya saya mau cerita lebih banyak soal beliau, mengenai hubungan kami. :D Tapi nanti saja, dikhawatirkan terlalu dramatis hehe.

Setelah TM selesai, saya bersama Dyan memutuskan langsung pulang (niatnya mau jalan-jalan tapi susah di transportasi). Dan anehnya kami pulangnya naik kereta, padahal awal naik bus, terus motorku gimana di parkiran Terminal Giwangan? (ini ada cerita tersendiri). Kami kembali ke Jogja naik prameks (Prambanan Ekspres) dengan tiket seharga 8K (wow murah sekali), ya begitulah. Kurang lebih 1 jam kami berdiri karena semua kursi penuh, luamayan pegeel tapi greget. Akhirnya sampailah di Stasiun Tugu, lalu jalan ke Maliobor buat cari Trans Jogja dan sialnya halte di Jalan Malioboro tidak beroperasi karena ada karnaval. Kali ini ngga terlalu sedih, karena kami bisa liat karnaval tanpa sengaja (jarang-jarang), sambil bikin snapgram ala-ala anak keinian. Tapi niatnya buat promosi budaya nih hehe. Kali-kali aja temen nun jauh disana bisa melancong kemari.

Di lokasi karnaval, ramainya Subhanallah. Lalu kami menuju halte yang mungkin beroperasi waktu itu yaitu dekat Taman Pintar. Kami masuk dan langsung bayar. Tapi lagi-lagi kami ngga bisa, ada pemberitahuan kalau akan beroperasi kembali sekitar pukul 18.00 (OMG, harus nunggu satu jam). Yaah, akhirnya kami naik gojek menuju Terminal Giwangan. Sungguh perjalanan yang kurang efektif ya. Seharian muter-muter, sampe kepikiran gimana persiapan buat lomba besoknya, alias belum belajar beberapa materi dan udah capek banget rasanya seharian. Tapi keseruan muter-muter ini yang bikin greget, lol nya luar biasa. Selagi muda tak apa ya melewati ketidakjelasan ini :D
Selalu ingat, hasil yang besar perlu perjuangan yang besar juga guys. :)

To be continue....


Tulisan ini ditulis pertama kali tanggal 28 Maret '17.
Dan baru melalui proses editing sekarang :D
Ykt 09-04-2017, 11:27 PM

Friday, March 31, 2017

Learn Creative Writing #2

Friday, March 31, 2017
Hallo hay..

Sepertinya sudah lama sekali, sejak saya menuliskan to be continue di tulisan saya sebelum ini. Maafkan, karena ada beberapa agenda jadi baru sempat dituliskan sekarang. Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk berbagai cerita, barangkali akan sedikit memotivasi terutama minimalnya bagi diri saya sendiri.

Sebelum terlalu usang, saya mulai saja :)
Ada apa sih di hari kedua workship creative writing? Ada banyak hal yang saya pelajari. Saya dan teman-teman yang lain lebih banyak praktik dari pada teori. Selain itu juga menonton film tentang Jepang dan menyanyi. Semua itu sebagai langkah awal untuk memantik ide dalam menulis. Kami lebih banyak asik-asikan, yey!

Di tengah workshop pun saya bertemu dengan seorang dosen yang sedang menempuh pendidikan S3. Luar biasa semangatnya dalam belajar menulis, kata beliau motivasinya adalah untuk menulis karya ilmiah di S3-nya. Kata beliau, kemapuan menulis itu dibutuhkan dimana-mana (dan ini betul sekali). Jauh dari Makasar, beliau datang ke Yogyakarta karena mengantar mahasiswanya untuk pelatihan. Kemudian bertemu dr.Dito (katanya teman lama) dan sekalian mengikuti workshop-nya. Wah, asal Makasar? Semoga nanti bisa jumpa lagi ya Pak, waktu saya PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) di Makasar tahun ini. Biarlah, setiap waktu adalah doa. Semoga diijabah oleh Allah. Aamiin. :*

Hari ke-2 saya menulis tentang Jepang dengan judul "Create Your Inspiration". Tulisan ini menceritakan bagaimana kita bisa mendapat inspirasi. Meskipun saya masih anak bawang dan masih belajar juga cara mendapat inspirasi, saya mencoba menulis semampunya. Satu kertas HVS pun saya tulisi dengan hal yang berkaitan dengan inpirasi (sayangnya tulisan itu dibawa mas Dito). Tanpa disangka ternyata tulisan saya mendapat predikat terbaik ke-3, semoga mas Dito ngga salah menilai ya :D

Acara ini memang pure belajar asik, no pressure. Mungkin buat anak pers kadang ngrasain dikejar deadline yang harus selesai tanggal sekian, siap bekerja dibawah tekanan, tapi tak apa memang gregetnya disitu. Mantaap :D

Bicara soal tulisan, ada beberapa jenis tulisan yaitu salah satunya Genius Writing yang termasuk dalam tingkatan tertinggi. Mau tahu siapa tokoh Genius Writing? Jawabannya Ir. Soekarno, seorang lulusan Teknik Sipil tapi mampu menulis beberapa tulisan yang kompleks di luar disiplin ilmu yang pelajari. Baik tentang politik, hukung, sosial, dan lain sebagainya.

Untuk mencapai satu titik itu tentu bukanlah hal yang mudah. Perlu ide (gagasan) dan inspirasi (ilham). Manfaatkan otak kanan untuk menemukan the world of ide, begitu kata mas Dito. Pemicu ide sebagai bahan tulisan pun banyak macamnya, dengan membaca, bersilaturahmi, berdoa, mengalami suatu peristiwa, kenangan, atau pun setelah mengikuti kegiatan sosial. Semua itu bisa menjadi bahan untuk menulis. Pun kalau ingin menuliskan kisah perjalanan hidup yang bermakna, inpiratif, hebat, buatlah hidup kita tidak biasa-biasa saja ya, supaya bisa menuliskan kisah yang bisa diambil hikmahnya. Tentu saja definisi kesemuanya itu akan berbeda pada setiap orang. Take your own ways. ;)

Ketika ide muncul mendadak ikatlah dengan pena, -Mas Dito. Ide cenderung muncul ketika rileks, jadi jangan terlalu sepaneng. Lebih mudahnya buat mind map atau kerangka karangan sebelum menulis sebagai acuan dalam menulis.

Hal yang saya sukai di workshop ini, para alumni Creative Writing membuat projek berkelanjutan yaitu membuat buku. Kami memutuskan membuat sebuah buku antologi. Pada awalnya kami kebingunan membuat topik dan jenis tulisan apa yang akan dibuat. Jadi para alumni dibebaskan menulis apa saja, yang nantinya di tahap akhir akan di-review oleh mas Dito sebagai editor buku. I'm so exited. Bahkan rencana untuk konferensi pers untuk launcing buku sudah direncanakan dan akan bekerja sama dengan penerbit yang menjadi sponsor acara ini. Kereen. Semoga ini bisa terelaisasikan dan saya bisa menulis beberapa tulisan. Semoga ada waktu lebih untuk menulis tulisan yang oke:')

Alhamdulillah, kesempatan yang luar biasa bisa berada dan berjumpa dengan mereka. Terima kasih banyak buat temen saya yang sudah nyaranin buat ikut workshop ini. Thanks a lot.

Miss you

Foto bersama Mba Dian, Ibu Rina, dan Mamal

Makasih Mas Dito :D

Yogyakarta, 31 Maret 2017
01.47 AM

Tuesday, March 14, 2017

Learn Creative Writing

Tuesday, March 14, 2017
Creative? Memiliki pemikiran yang kreatif merupakan modal dalam menulis. Orang yang malas berfikir cenderung kurang kreatif (pengalaman dulu-dulu :D). Selain kreatif juga penting adanya inspirasi, karena inspirasi akan menjadikan ruh pada tulisan yang ditulis.

Kali ini saya bermaksud untuk berbagi tentang apa yang saya dapat waktu workshop creative writing selama dua hari kemarin (semoga berfaedah). Kalau kata orang, kita akan menerima apa yang kita beri. So, saya akan mencoba memberi apa yang saya dapat. Ini saya share sedikit ya, sebenarnya sebegitu banyak yang saya dapat tapi sungguh sangat terbatas jika saya tulisakan semuanya disini (ketemu aja yuk hehe).

Day #1 
Sabtu, 11 Maret 2017

First impression waktu sampai di lokasi, saya terkagum-kagum dengan desain interior yang super ketje. Ini adalah Rumah Kreatif Jogja, sesuai namanya di sini juga banyak sekali produk-produk yang sangat kreatif. Tempatnya nyaman dan pastinya cocok sekali buat anak muda macam saya ini (betah banget). Rumah Kreatif Jogja ini merupakan coworking space dan berlokasi di Jalan Sagan Timur Nomor 123. Rumah Kreatif Jogja berada dibawah naungan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dengan supervisi dari Bank Rakyat Indonesia. Saya juga sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan RKJ, yang nantinya bisa jadi teman diskusi terkait eksekusi PKM-K dan PKM-M didanai Dikti (Alhamdulillah, I really found this chance by pure serendipity). Banyak sekali cerita tentang Rumah Kreatif Jogja, tapi kita lanjut saja ke tema utama ya supaya tidak out of topic. :)

Pada sesi pertama workshop, seperti biasa dibuka oleh MC dan adanya sambutan. Sambutan disampaikan oleh Mas Ardityo Hendi Prastowo, beliau adalah Direktur Utama Learning Indonesia, pengaggas workshop kali ini. Beliau alumni UGM juga lho dan sedang otw S3. Setelah sambutan langsung pada inti acara, yaitu penyampaian materi oleh dr. Dito Anugroho. Kok dokter? Jangan salah, mas yang satu ini sudah menggeluti dunia kepenulisan cukup lama dan berhasil menulis 18 buku. Dan katanya akan lahir buku yang ke-19. Tak hanya itu, dokter yang lebih akrab disapa Mas Dito ini juga dokter digital, konsultan kesehatan di detik.com dan CEO Sahabat Literasi Indonesia. Ohya, Mas Dito juga sedang menempuh pendidikan di S2 Biomedical Scinces Fakultas Kedokteran UGM.

Sebelum memulai penyampaian materi, peserta dipersilakan menstimulus gelombang beta supaya rileks (wah ini saya kurang paham). Intinya selama workshop peserta akan  berseang-senang, yey! Materi awal lebih ke arah dasar-dasar menulis, motivasi kenapa harus menulis, dan spiritual writing (free style writing). Di sela-sela penyampaian materi juga diputarkan video menarik yang membawa pesan moral terkait kepenulisan. 

Ketika ada yang bertanya 'kenapa menulis' mungkin jawabannya akan berbeda-beda, karena setiap orang mempunyai motivasi masing-maisng (kalo saya lebih pada kepuasan batin hehe). Kalau yang satu ini alasan menulis versi mas Dito: mencari ridho Allah (MasyaAllah); hobi dan kepuasan batin (saya masuk yang satu ini); amal salih yang pahalanya mengalir; mewariskan prasasti kehidupan; abadi dan dikenang sejarah; menyenagkan dan membahagiakan. 

Kalau motivasi saya sendiri simple, seperti yang sudah saya sebutkan di awal yaitu mendapat kepuasan batin. Selain itu saya juga bisa meriwayatkan hal-hal yang menurut saya perlu untuk dikenang dan bisa dibaca beberapa tahun lagi. Intinya sih jangan sampai hal-hal besar dalam hidupmu terlewatkan begitu saja, mungkin ada hikmah yang bisa diambil oleh orang lain, atau barangkali bisa menginspirasi orang lain hehe. Jadi ingat kutipan Eyang "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah" - Pramoedya Ananta Toer. Apa pun motivasinya, semoga tulisannya bermanfaat, apa lagi kalo sudah bisa menghasilkan uang seperi penulis legendaris kita JK Rowling (kereen). Kata Mas Dito, yang penting jangan menulis untuk merendahkan orang lain.

Dimana letak menulis ideal? Jawabnnya dimana saja. Karena setiap tempat memiliki inspirasi sendiri untuk menciptakan tulisan. Setiap detik kehidupan pun bisa menjadi tulisan. "Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat adalah tafsirannya", Pramudya Ananta Toer. Lagi-lagi saya mengambil kutipan Pramudya, mungkin ini salah satu kutipan yang paling saya suka. Dan beberapa waktu lalu kalau masih ingat, saya menuliskan kejadian atau peristiwa yang saya coba ambil tafsiran darinya dan mencoba memahami hikmahnya (kayak anak filsafat aja ya :D). Agar inspirasi dan ide tidak mudah hilang, pesan dari Mas Dito ada baiknya kita mempunyai bank idea berupa note kecil yang mudah dibawa keman saja. Saat ide menulis bermunculan bisa langsung dituliskan, karena ide akan sangat rawan hilang ketika hanya diingat :D

Kalau bingung mau menulis apa, maka “Mulailah menulis apa saja yang kamu tahu. Menulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri” - JK Rowling. Dan perlu diingat juga bahwa pondasi dalam kepenulisan adalah membaca dan menulis. Hal pendukung lainnya ada di ilmu pengetahuan, pengalaman, riset, kehidupan, dan semesta. Rasa ingin tahu juga sangat penting dalam hal menulis. Kurang lebih seperti itu pemaparan dari Mas Dito.

Dalam sesi tanya jawab, saya menanyakan beberapa hal yang memang terjadi dalam diri saya. 
  1. Terkadang saya ingin menulis suatu hal yang memberikan faedah bagi orang lain, tapi bagaimana caranya supaya tidak terkesan menggurui.
  2. Mas, kadang saya malu mempublish tulisan ke orang lain (biasanya nulis-nulis aja dan dibaca sendiri :D). Biasanya alasan mendasar mungkin tulisan saya terkesan lebay (pikirku). Mungkin yang sedang membaca tulisan ini, apa tulisan saya lebay, awkward, berfaedah atau biasa aja?  (bisa kirim masukannya dengan menekan tombol "contact me" di tampilan web, kalau buka blog ini lewat PC bukan HP).
Jawaban ala Mas Dito:
  1. Untuk mengatasi menggurui coba baca referensi dengan beberapa sitasi yang sudah baku. Jangan gunakan kalimat yang terlalu kaku. Bisa juga didahului dengan studi kasus lalu disampaikan hikmahnya.
  2. Jangan malu, coba kirimkan ke media. Untuk tulisan yang sudah bagus dikirm saja ke media, jangan di post di blog dulu. Karena terkadang idenya bisa dipakai orang lain, setelah dimuat di media bisa di post di blog (tapi dok, kebanyakan tulisan saya curhatan ala-ala -,-).

Kurang lebih seperti itu jawaban dari Mas Dito. Agaknya ini menjadi awal dari hati yang paling dalam, yaitu muncul semburat cahaya yang mengilhami diri ini untuk menulis buku. (Aamiin ya Allah semoga bukan sekedar wacana :D). Untuk meningkatkan kemampuan menulis bisa dengan bergabung di forum kepenulisan, begitu pesan dari Mas Dito. Saya juga menyadari ini sangat efektif sebagai teman diskusi dan pemantik semangat untuk menulis.

Bagi yang ingin menjadi kontributor tulisan atau ingin menulis di surat kabar, berikuti ini ada tips dari Mas Dito. Misalkan kita akan menulis opini di salah satu surat kabar, kita dianjurkan mengamati dan membaca detailnya serta jenis tulisan yang dimuat disana. Minimal bisa tahu pola tulisannya seperti apa.  Hal ini dilakuakn terus selama 10 kali lebih di surat kabar yang ingin ditembus. Bagi yang ingin menulis tentang fiksi seperti novel, maka perlu nafas yang panjang dan setiap bab sudah mempunya draft terlebih dahulu. Serta penguatan masing-masing karakter supaya tetap konsisten.

Selain beberapa materi yang disampaikan Mas Dito, peserta juga diminta menulis bebas sesuai dengan tema yang ditentukan (saya menulis tulisan berjudul 'Arah'); menulis lead surat kabar dan membuat judul artikel; belajar kata baku dan non baku; dan mengerjakan TTS (Teka Teki Silang) soal kepenulisan (ini banyak sekali majas dan istilah-istilah kepenulisan yang tidak saya mengerti -.-).

Demikian sharing saya di hari pertama workshop creative writing. Over all acaranya keren dan bisa bertemu dengan orang-orang yang memiliki minat sama. Pesertanya pun tidak hanya mahasiswa, tapi juga ada dosen dan anak SMA. Semoga tulisan ini bermanfaat dan kelak kita bisa menghasilkan tulisan yang kreatif :D. Pada sesi terakhir ditutup dengan foto bersama dan masukan-masukan untuk hari ke-2.

Cantik ya <3
Jadi betah di sini

Ini salah satu produk pengembangan RKJ (namanya Cacta Plant)
Acara ini juga disponsori oleh Cacta Plant

Kebayang kan tempatnya seperti apa :D
(belum ada hasil jepretan yang bagus)

Teman-teman creative writing


Say good bye for the first day. To be continue...

Friday, March 10, 2017

Al-Hafidz

Friday, March 10, 2017
Bismillahirrohmannirrohim..

Segala sesuatu yang diawali dengan basmallah insyaAllah barokah. Seperti harapan masing-masing insan yakni mendapat hidup yang barokah, segala aktivitasnya barokah, mendapat rezeki yang barokah, dan dapat jodoh yang barokah ehhh -jangan terlalu serius ya. 

Saya akan menulis sesuatu untuk saya simpan sendiri sebagai pengingat awal niat baik ini. Seperti halnya basmallah pada setiap awal surat di Alquran kecuali pada surat At-Taubah. Tapi tenang saja, ini boleh dibaca kok, kan udah dipost ya. Karena memang ini blog pribadi, jadi mungkin akan banyak tulisan yang memang kisah pribadi. Kalau bermanfaat Alhamdulillah, kalau tidak semoga lain kali bermanfaat hehe.

Beberapa waktu lalu ketika masih di rumah, saya bercerita banyak sama Ibu. Dari A sampai Z, dari Z kembali lagi ke A. Ibu memang tempat curhat yang paling oke, apa lagi kalau ngobrol asik. Ini ngobrolin masa depan, kerjaan, jodoh, dan lain-lain. Waktu masih menunggu bus jurusan Cilacap-Jogja, kami ngobrol banyak. Dan ditengah perbincangan, saya bilang "Bu, bentar lagi mau lulus. Aku mau ikut kelas Tahfidz ya, mumpung masih di Jogja. Kemarin ngga jadi ikut GP :("Jawab Ibu pun tak terlalu panjang lebar, "Iya, semoga semua harapannya bisa tercapai ya". Dengan cepat saya angkat kedua tangan dan mengaminkan. Siapa yang lebih mustajab doanya selain ibu? Nah.

Sesampainya di Jogja pun, saya utarakan maksud dan tujuan beserta hal ihwal soal gabung di kelas Tahfidz sama mba kos yang sudah gabung sebelumnya. Saya sungguh dapat inspirasi dari sini, dapat saran Alquran hafalan -nah ini malamnya langsung beli-, cerita soal kelas Tahfidz dan lain sebagainya. Awal motivasi saya tidak terlalu muluk-muluk, selagi waktu masih ada kenapa tidak dialokasikan ke hal yang lebih baik. Dari hasil ngaji juga dianjurkan supaya mempunyai amalan andalan, ya tentu saja hal yang menurut saya paling bisa saya lakukan adalah membaca Alquran -padahal masih belajar juga soal bacaannya. Soal kelas Tahfidz insyaAlla tidak begitu memberatkan, soalnya satu minggu hanya satu kali pertemuan dan tinggal setor hafalan saja. Saja? Soal ini manajemen waktu perlu dibenahi lagi.

Coba ingat lagi, berapa buku yang sudah kita baca? Membaca memang suatu aktifitas yang sangat menggairahkan untuk mendapat ilmu dan pengetahuan baru. Tapi kalau belum bisa diimbangi dengan membaca Alquran rasa-rasanya belum kejte guys. Ini bukan ketje ala-ala anak gaul ya. Hanya saja sebegitu besar nikmat yang Allah berikan kok tidak diimbangi dengan amalan pada-Nya. Itu pertanyaannya. 

Ada satu cerita juga yang sangat menohok bagi saya, selain kita bandingkan seberapa banyak bacaan Alquran sama buku yang sudah kita baca. Waktu minta materi IELTS pada salah satu mas di Jogja -sebut saja senior saya. Saya ditanyai "Ikut PPM ngga? GP?". Saya pun hanya bisa menggeleng untuk kedua pertanyaan itu. Sedikit keterangan, PPM itu Pondok Pesanteren Mahasiswa, kalau GP satu tingkat di bawah PPM dengan program akselerasi belajar Alquran dan Hadist. Keren ya. Dulu entah kenapa niat untuk berada di keduanya sama sekali belum terwujud. Ada saja alasan ABCD, sekarang coba lihat, nyesel ngga? :(

Nah, untuk kali ini doakan ya. Semoga bisa fokus di kelas Tahfidz, syukur Alhamdulillah bisa jadi Hafidzah. Aamiin. Saya terus berfikir apakah amalan saya sudah cukup banyak untuk ke Jannah. Semoga yang satu ini bisa jadi salah satu jalan pemberat timbangan amal kelak. Aamiin. Yuk, bersama-sama kita fastabiqul khoirot. Katanya sih bersama-sama lebih baik dari pada sendiri. Sholat jamaah aja pahalanya lebih gede kan dari pada sholat sendiri. Apa lagi ngajak orang di jalan lillah (amar ma'ruf) sama banyak orang, udah berapa kali lipat itu pahalanya?

Nderes (red: baca) Alquran yuk. Hari ini sudah baca belum? Kadang saya juga suka banding-bandingkan berapa banyak buku yang sudah dibaca sama hari ini udah baca Alquran berapa ayat. Satu ruku' saja kalau rutin insyaAllah barokah. #selfreminder. 

Alquran Hafalan (paling kanan, yang biru itu hadist himpunan)

Recommended buat belajar menghafal :)

Ribuan kilometer dari hati yang paling dalam~

Yogyakarta, 10 Maret 2017
09:25 AM


Monday, March 6, 2017

Bola Basket

Monday, March 06, 2017
Hasil gambar untuk bola basket

Bola basket. Apa yang kau pikirkan tentang bola basket? Kedengarannya biasa saja, tapi percayalah hal itu mengingatkanku pada semangat waktu itu. Ini akan sedikit flashback pada cerita beberapa tahun lalu. Tepatnya pada saat aku masih kelas VII SMP. Masih kecil ya hehe. Saat itu aku baru saja lulus Sekolah Dasar, masa dimana aku sering di-bully hiks. Sudah lewat saja, ini akan memakan banyak waktu kalau aku ceritakan juga di sini. ☺

Yap, selepas itu akhirnya aku diterima di SMP Negeri 1 Adipala. Sekolah menengah yang menjadi favorit di daerahku, kurang lebih seperti itu kata kebanyakan orang. Lalu apa sih yang dipikirkan anak seusia SMP? Aku saja lupa apa yang aku pikirkan sewaktu itu. Kurang lebih aku mulai mengenal teman-teman baru, guru-guru baru, dan pelajaran-pelajaran baru yang belum diajarkan di SD. Aku mulai mengenal mata pelajaran yang semakin kompleks. Jugaa beberapa eksterakulikuler yang ada. Ini bagian yang aku suka.

Kali ini entah upacara bendera keberapa yang aku ikuti sejak masuk SMP. Tapi ingat betul, kalau itu adalah upacara bendera yang bersejarah. Dimana aku sangat termotivasi untuk mengikuti ekstrakulikuler basket. Wow. Emang bisa basket? Namanya juga belajar, awalnya niat dulu tong. Kenapa sih ngebet banget pingin ikut basket? Jadi gini nih, upacara waktu itu sekaligus penyerahan penghargaan buat para atlet yang juara di POPDA (Pekan Olahraga dan Seni). Aku liat ada beberapa kakak kelas yang keren-keren dipanggil. Bukan dipanggil ke BK ya :p. Ini dipanggil karena mereka dapat penghargaan dan dikalungkan medali satu-satu. Sebagai anak SMP yang masih polos, aku merasa kalau itu keren banget. Aku cuma membayangkan kalau aku disana. Haha.


Jadi keputusanku untuk mendaftarkan diri di eskul basket sudah bulat, sebulat bola basket. Untuk jadwal latihan tidak terlalu padat, hanya dua kali dalam seminggu di hari Senin dan Rabu. Untuk bergabung di eskul ini tidak perlu seleksi yang ketat, cukup niat yang kuat dalam hati. Karena seleksi alam pun berlaku, siapa yang tangguh dan berkomitmen akan bertahan. Aku termasuk yang bertahan ngga nih? Kita lihat saja ya.


Latihan, latihan, latihan. Terbentur, terbentur, terbentur. Kali ini belum terbentuk seperti halnya kutipan Tan Malaka. "Terbentur, terbentur, terbentuk". Ini masih proses awal. Awal-awal latihan, diri ini masih terlalu berambisi dan bisa dibilang sedikit egois dalam bermain. Hmm, kurang baik ini. Namun seiring berjalannya waktu bermain secara tim pun perlahan terbangun. Ini latihan juga perlu perjuangan. Kadang kalau mainnya tanpa sepatu, telapak kaki bisa melepuh di bagian-bagian tertentu. Tapi ini bukan seseram luka bakar kok hehe. Soalnya lapangannya outdoor, kadang kena panas dan permukaannya kasar.

Setelah latihan rutin sekitar beberapa bulan, tibalah saat yang ditunggu-tunggu. Pembukaan pendaftaran POPDA, di sini dibuka beberapa cabang olahraga, atletik, dan seni. Tentu saja aku masuk ke cabang bola basket putri. Kali ini latihan intensif, sampai ijin kelas buat latihan khusus, siang, sampai dilanjut sore. Begitu terus sampai tim ini jadi kuat. Tapi belum sekuat para pemain di Kuroko no Basuke :( Ini jenis animasi Jepang tentang pemain basket yang udah master. Oke, pecinta anime pasti tahu. ☺

Sebagai anak SMP yang masih polos, aku merasa basket itu eskul yang paling oke, paling keren, paling gauul. Sampai aku bener-bener jatuh cinta sama basket. Latihan siang-siang sampe iteeeem. Sampai suatu hari ada yang bilang, "Des, kamu pake topeng ya? Item banget". Ini lah awal perjuangan guys, buat jadi jawara. Dan benar adanya, ketika hari itu tiba. Aku bermain semanis mungkin dan masuk ke tim inti. Bermain dengan tim terbaik se-Kabupaten Cilacap, hitung saja ada berapa sekolah menengah pertama di Kabupaten Cilacap. Tapi bisa dibilang tidak semua sekolah mengirimkan timnya.

Suara peluit, suara decit sepatu, suara drible bola tak asing lagi di masa itu. Riuh suporter menguatkan semangat, merasa jadi bintang lapangan. Ea eaa. InsyaAllah yha top scorer. :D Bermain basket bukanlah sesuatu yang mengasikkan kok, tentu saja jika tidak bermain dengan hati. Karena aku sudah terlanjut jatuh cinta, pikirku waktu itu terus bermain sampai titik penghabisan. Napas perlu diatur juga, karena main basket itu lari bukan jalan santai kalau Agustus-an. Bener-bener lari buat ngejar bola, dan merebut dari lawan. Awas saja kalau kelihatan jalan, papah (red: pelatih) pasti marah. Adapun luas lapangan sekitar 28x15 meter, cukup jauh untuk berlari kesana-kemari untuk ukuran anak SMP. Jujur ini menyenagkan, walaupun harus ngos-ngosan dan menguras tenaga. Nah, langsung saja berita bahagianya... Tim kami dapat juara III setelah melawan tim sebelah yang badannya lebih gede. :( Ini judulnya kalah postur. Ya sudah tim kami yang masih imut-imut, kecil cabai rawit sampai pada titik ini. But, overall Alhamdulillaaah. 


Ingat awal motivasiku main basket? Yaitu karena aku pingin medalinya, tapi ternyata kejuaraan kali ini dapatnya piala bukan medali. Telolet telolet. Ibarat kata, 'terhempas' sudah harapan. Tapi nyatanya aku tak sampai patah hati kok hehe. Aku tetap jatuh cinta dengan basket sampai masa SMA. Waktu SMA juga sama, mendapat juara II tapi untuk kejuaraan sekolah menengah atas. Bagiku perjuangan yang telah lalu sudah dapat penawarnya. Bahagia betul dan merasakan sensasi prosesnya. Karena aku merasa memilikinya (red: basket) selama proses itu berlangsung, jadi hasil adalah sebuah bonus atas perjuangan yang diberikan.



Wednesday, January 4, 2017

Maknai Setiap Detiknya

Wednesday, January 04, 2017


Senang sekali bisa diberi kesemapatan menulis setelah beberapa hari ini disibukkan dengan beberapa agenda yang menurut saya sangat keren. Mungkin istilah 'disibukkan' bukan istilah yang tepat, hanya saja manajemen waktu dan manajemen diri yang masih perlu dikatamkan lagi.

Well, ini adalah hari pertama saya di rumah pada liburan panjang semester lima. Tapi sepertinya saya tak bisa sepenuhnya di rumah, mengingat sebagai mahasiswa semester akhir dituntut untuk wisuda tepat waktu... Saya tak ingin wisuda terlalu premature, apa lagi postterm, aterm saja harapannya. Untuk beberapa agenda yang sebelumnya saya katakan 'keren', itu memang benar adanya. Tapi ini definisi keren menurut penulis. Sayangnya belum sempat saya tuliskan. Baik, untuk teman saya yang disana, tunggu ya rilis post selanjutnya. Tenang, saya sudah menggantungkan niat untuk menulis itu, ingatkan saya terus ya. Setidaknya saya juga ingin berbagi cerita dengan yang lain. Mungkin saja ada manfaatnya, jikalau tidak, itu sudah cukup membuat penulis senang bisa meriwayatkan perjalanan ini untuk dinikamti.

Cukup ya, prolog yang kurang begitu sistematis ini. Maafkeun.

Siang tadi, saya sampai di tanah kelahiran. Perbedaan begitu terasa, mulai dari keramaian, suasana, dan beberapa bahasan yang orang-orang disini obrolkan. Barangkali perjalanan adalah cara baru saya untuk memahami dan belajar hal baru. Mengingat di semester depan saya sudah tidak mengambil SKS matakuliah di kelas lagi. Perjalanan tadi sungguh kentara menyenangkan, bayangan untuk pulang naik kereta pun akhirnya tersampaikan. Perjalanan sekitar tiga jam ini tak begitu terasa ditemani teman ngobrol yang ternyata panitia International Conference di Malaysia satu bulan yang lalu. Sungguh dunia begitu sempit ya. Ngobrol ngalor-ngidul tak bersimpul, tapi setidaknya tahu beberapa hal baru. Perjalanan ini juga tak terasa sendiri sambil ditemani buku Emha Ainun Najib yang berjudul Sedang Tuhan pun Cemburu. Bacaan ini menambah perspektif baru tentang hidup, dan begitu dalam merefleksikan betapa panjang pertanyaan atas hidup.

Perjalanan dengan kereta jarang sekali saya lalui. Senang rasanya naik kereta. Kedengarannya seperti kekanak-kanakan ya. Naik kereta sembari ditemani buku seperti kolaborasi untuk sebuah ketenangan. Anggap saja ini suatu kesemapatan langka untuk mendapat ketenangan itu, jadi saya menikmati betul perjalana pagi tadi.

Random, bingung apa yang mau saya tuliskan. Mungin ini yang dinamai block writer. Tapi ada beberapa hal yang patut untuk dipetik. Setelah perjalanan dan sampai di stasiun terakhir, saya menaiki bus untuk sampai di terminal dekat rumah. Saya mendengar obrolan seorang nenek dan ibu paruh baya. Mereka membicarakan jaminan kesehatan yang kurang sesuai dengan harapan. Saya sebagai calon praktisi kesehatan yang sedikit tahu, dan memang ada mata kuliah khusus tentang jaminan kesehatan, saya mereasa tertarik untuk mendengar obrolan itu. Maafkan diri ini, jika saya menguping. Tapi mungkin tidak dibenarkan juga jika dibilang menguping, pasalnya mereka mengobrol dengan suara yang keras. Intinya saya merasa dapat menyerap apa aspirasi mereka, antara mereka paham betul atau tidak, mereka membahas sekenanya. Saya hanya bisa manggut-manggut sambil mendengarkan. Sepertinya pendekatan seperti ini sedikit banyak cukup efektif untuk melihat kompleksitas yang ada di masyarakat secara langsung. Intinya mereka kurang sosialisasi dan prasangka negatif mereka masih cukup kental untuk merefleksikan ketidakpercayaannya pada birokrasi yang ada. What should I do guys? Sebagai seorang yang ada di tempat, saya menyadari dan belum cukup tahu untuk masuk dalam perbincangan asik mereka. Alhasil saya cukup mendengarkan saja, dan mencoba berfikir entah berfikir apa. Kepala saya penuh dibuatnya. Dan lagi-lagi saya menyadari diskusi saya belum cukup banyak untuk membuahkan hal yang solutif di situasi itu.

Sampai di terminal, kembali saya jumpai suatu hal dengan seorang pedagang asongan. Sembari menunggu jemputan, saya merasa empati sehingga memutuskan untuk membeli kacang bawangnya. Beliau sudah tua, dagangannya masih banyak. Karena ATM saya terblokir, jujur saya hanya membawa kurang lebih 20ribu saja, dan 10ribu untuk ongkos bis. Tinggal lah 10ribu dan saya berniat beli dua ribu. Saya beri asongan itu dengan uang lima ribua-an. Sejenak pedagang itu memandangi uang yang saya beri. Singkat pemikiran ini hanya menyangka kalau uang saya robek atau ada yang aneh. Lalu si penjual bertanya "Mbak 5000-an ya?". "Iya pak", jawab saya. Sedih, pedagang asongan ini antara sudah tua sehingga susah memahami mata uang atau memang tidak tahu nominal yang ada. Lalu bagaimana nasibnya ketika mata uang dengan desain yang baru sudah beredar sampai sini? Semoga tidak bingung lagi ya pak, bedakan mana yang 50 ribu-an atau yang lima ribu-an. :)

Perlu peyadaran bahwa banyak kaum marjinal atau termarjinalkan di negeri ini. Solusi, iya solusi itu yang dicari. Boleh saya sampaikan kutipan dari Tan Malaka yakni “Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.” Mungkin istilah cangkul dalam tulisan ini kurang ada kaitannya, tapi untuk 'melebur dalam masyarakat' sebagian dari kebanyakan kaum intelektual enggan untuk terlibat di dalamnya. Lalu bagaimana solusi itu akan muncul ketika belum sempat masuk dan melebur dalam dinamika masyarakat? Diri ini masih perlu banyak sekali belajar. Mari berpikir bersama, ide iya ide. Semua bisa berawal dari ide dan niat baik untuk memberikan sedikit sumbangsih atas demikian itu. Sociopreneurship, itu yang sedikit saya dalami belum lama ini. Menjadi seorang CEO bukan sekedar keren-kerenan, tapi suatu manajemen puncak dalam memonitor tersampaikannya kebaikan. Keren. Siapa pula yang tak ingin berperan demikian, saya pun ingin. Semoga niat baik bisa terealisasikan. Dan mungkin itu salah satu dari cara untuk menjawab permasalahan yang ada, kita semua bisa memulai dengan cara masing-masing.

Selamat berbenah diri, lagi, dan lagi. Perjalanan di awal tahun ini menuai banyak hal. Semoga hal yang ingin dicapai di tahun ini bisa segera tercapai. Aamiin.

Cilacap, 4 Januari 2017
06:06 PM

Pict source: www.deviantart.com