Saturday, July 22, 2017

Akar dan Niat

Saturday, July 22, 2017


Hallo hay...
Ketiga setelah Allah SWT dan orang tua, aku ucapkan terima kasih kepada YouTube. Baru aja aku dapat pelajaran berharga soal 'pengakuan' dari sosok Pahlawan Lingkugan Mbah Sadiman. Ini mungkin udah ngga up to date  banget ya, aku lihat dari YouTube di acara yang diadain tahun lalu. Jadi kurang lebih seperti ini, banyak sekali aku jumpai orang menggilai atas pengakuan. Entah itu saat mendapat menghargaan atau apa. Kebanyakan yang aku amati (maaf kalau salah), orang ingin sekali diakui bahwa dia itu A, B, C. Itu semua sama sekali ngga ada salahnya (menurutku), tapi sejatinya value apa sih yang bisa dibawa. Melakukan sesuatu untuk sebuah pengakuan? Kok kedengarannya jauh dari ihklas dan esensi dari apa yang dilakukan ya (#selfreminder). 

Guys, aku tanya. Sebenernya apa sih deep motivation temen-temen saat memulai sesuatu? Pasti jawabannya macam-macam. Semoga lillah ya. Dari yang aku tonton barusan di YouTube, menjadi sebuah penyadaran berharga bagi siapa saja. Mbah Sadiman, keren takjub. Mungkin juga si Mbah ngga pernah menyangka untuk mendapat pengakuan sebagai Pahlawan Lingkungan setelah mengabdikan dirinya selama kurang lebih 20 tahun, menghijaukan hutan. Dialog inspiratif dalam reality show tadi mengajarkan "tak perlu mengagungkan diri" sebagai yang ter- ter-. Sempat juga ngobol dengan senior, herannya bilang begini "Juara di suatu lomba atau event sebenernya bahaya des", kurang lebih begitu. Maksudnya bukan untuk membatasi presetasi ya hehe, jadi kalau sang juara itu jadi mengagungkan diri, disitu masalahnya. Boleh percaya diri, tapi di atas langit masih ada langit. Lebih bijaksananya, semakin menunduk saja seperti padi :)

Idaman untuk mencapai 'hasil', kadang bisa bikin bias proses yang harus kita lakukan (aku bicara soal ini karena aku pernah ngalamin). Intinya prosesnya dulu, ikhlas (ciye, aku masih belajar nak, ingetin kalo salah). Pencapaian itu bukan akhir segalanya, atau pun bukan trofi atau penghargaan yang bisa dipantengin tiap detik. Itu nol, yang penting sejauh mana value-nya. 

Aku mengaguminya, yang bekerja tanpa berbisik, baiknya cukup dia yang tahu, manfaatnya biar orang yang merasakan. Tak perlu pengakuan, karena alam dengan sendirinya yang akan mengungkap. Bekerja seperti "Akar", tak telihat tapi besar manfaatnya. Tak perlu menampakan diri demi kokohnya bagian yang lain untuk terus menjulang. Kongrit. Aku juga dapat pelajaran ini dari sosok teman yang sampai sekarang masih ingat namanya, hebat tapi hal itu tak pernah terucap olehnya, tak pernah mengungkap baiknya, cukup alam yang tahu. Akhirnya kunamainya sebagai 'akar yang lain'.

Sekian ya, entah berfaedah atau ngga. Ini aku tulis berdasarkan pendapatku sendiri dan cara pandangku terhadap suatu hal. Kalau salah mohon diluruskan :)

Pesannya kalau udah meroket jangan lupa ingat daratan. Kalau awal berkarya niatnya pingin diliat orang lain, mending murnikan niat dulu. Biar bisa dicatat sama Malaikan Rokib hehe. Kalo ngaji atau ibadah aja selalu diingetin buat niatnya mukhlislillah karena Allah, yang ini juga dong. Karena apa yang didapat akan sesuai apa yang diniatkan.

Ykt, 22 Juli 2017
09:56 AM

Pictsource: http://ae01.alicdn.com/

Friday, July 21, 2017

Mandiri

Friday, July 21, 2017


Guys, kamu tahu ngga hal yang paling menyakitkan dalam hidup ini, yang paling membuat diri merasa malu, dan kadang jadi mikir kok begini ya, aku bisa apa. Yaitu ketika menjadi beban bagi orang lain (mungkin itu hanya perasaanku saja).

Tapi kali ini aku bener-bener sadar, kita hidup ngga bisa terus bergantung pada orang lain. Semua ini berdalih ingin lebih mandiri. Bukan untuk menolak uluran tangan orang lain, karena orang lain sudah terlalu baik untuk terus mengulurkan tanggannya entah dalam hal apa pun dan dengan cara apa pun.

Kamu tahu, sebenarnya aku enggan untuk lebih banyak bercerita soal ini. Tapii.. hmm. 
Dan seketika ini juga aku sangat merindukannya (Bapak) di rumah. Entah kebaikan-kebaikan apa yang lupa aku ucapkan terima kasih, perhatian tersiratnya yang membuatku tersenyum kecil, tanggung jawabnya membesarkanku sampai sekarang, dan hal lainnya yang tak bisa kutuliskan panjang lebar.

Sedikit mellow tak pa ya. Sekalian buat penyadaran bagi kita semua, ini juga sekaligus self reminder buatku sebagai anak bungsu, yang katanya si bungsu itu manja. Tapi tenang saja, itu hanya mitos kok, kembali lagi pada pribadi masing-masing. Aku anak bungsu, iya, tapi aku…… (sudah lah).

Guys, hidup enak itu emang enak (ngga ada yang bilang hidup enak itu ngga enak). Kalau mau sukses tak jarang harus melewati fase perih dulu, iya perih, perih untuk mencapai apa yang ingin diraih. Bukan bermaksud juga sukses itu money oriented, hanya saja financial bisa jadi salah satu jalan yang merefleksikan kesuksesan. Tapi secara pribadi aku membenarkan, jika berkecukupan mau ibadah in sha Allah bisa lancar, mau umroh/haji in sha Allah cukup, apa lagi untuk sodakoh jariyah (MasyaAllah yang ini). Boleh ya motivasinya untuk ini (iya boleh banget, malah harus). Tinggal semua itu bakal digunain buat apa, foya-foya, hura-hura atau ngga. Karena semua itu ada pertanggungjawabannya.

Dan belakangan ini aku semakin berfikir realistis, liat peluang (ngga cuma diliat), ambil konsep, ide, sampaikan ke tim, dan mencoba realisasikan. Bismillah, kun fayakun jadi! Aamiin. Intinya aku semakin berfikir gimana caranya bertahan hidup pasca lulus nanti, bukan menyoal orang tua akan lepas tangan atau ngga, tapi ini soal pendewasaan guys (bukan bermaksud menggurui, #selfreminder). Aku juga masih belajar.

Jadi, doakan ya aku bisa jadi pengusaha hehe, walaupun lumayan telat terjun di bidang entrepreneur. Bukan masalah juga kalau ngga punya basic pendidikan formal (ane Rekam Medis). Kita bisa belajar dari mana aja, yang terpenting atmosfer buat mencapai itu bisa terjaga. Motivasi ternyata punya peranan besar buat belajar otodidak atau sekedar berdiskusi sama yang lebih tahu.

Intinya, intinya, intinya... Lakukan pada yang kita bisa, tapi jangan fokus dengan hal yang ngga guna (apa lagi fokus sama orang yang salah *ehh). Kalau ada yang nanya "Aku sih bisanya apa ya kak?", cukup tanyakan pada diri, motivasimu apa. Motivasi sedikit banyak bisa jadi fondasi buat bisa, percayalah, (percayalah sama Tuhan). Minimalnya lagi, punya mimpi. Mimpi itu gratis, kalo yang gratis aja ngga punya, lalu punyanya apa dong? It's okay, kalau punyanya yang ngga gratisan hehe. Entah ini kata siapa, kurang lebih begini "orang yang paling miskin bukanlah orang yang tidak memiliki harta, melainkan orang yang tidak punya mimpi", semoga kita bukan termasuk orang miskin itu ya :)

Menyoal topik yang aku ambil, soal "mandiri", aku sebenernya sedih (ini beneran sedih). Alasan aku sedih adalah saat diri ini masih menjadi tanggungan. Cukup sederhana mimpiku, membuat orang tua tersenyum bahagia. Ngga perlu lagi capek, ngga perlu lagi memikirkan banyak hal, ngga perlu mengkhawatirkan something, dan bla bla bla. Cukup duduk manis, fokus ibadah, sambil dengerin kisah bahagia satu sama lain (indahnya hidup ini).

So, lekaslah menjadi mandiri! Pesan itu juga dengan sangat spesial ditujukan pada diri ini. Saat kulihat keriput wajahnya, rambutnya yang kian memutih, cukuplah menjadi alasanku untuk.........

Alhamdulillah masih bisa kutemukan tarikan kedua sudut bibirnya, kuharap sampai nanti tak akan pernah hilang. Dan dapat semakin sering bisa kulihat :)

Hayo apa aku, kamu, kita sudah bisa mandiri? Mandiri itu punya artian yang luas. Tulisan ini aku tulis dengan kadar kebaperan yang lumayan. Semoga kita semua bisa mandiri ya, jangan bikin repot, kalau bisa dilakuian sendiri kenapa engga.

Salam dariku dengan senyuman terbaik sebagai seorang gadis yang ingin mandiri (Asek).
See ya!


Ykt, 21 Juli 2017
11:10 PM


PictSource: shutterstock.com