Thursday, June 28, 2018

Traveling, Beli Kuaci dapat Hamster

Thursday, June 28, 2018
Stasiun Tugu, Yogyakarta
Sejauh ini naik kreta selalu menjadi hal yang menyenangkan bagiku, apa lagi kalau dapat teman perjalanan yang menyenangkan. Rasanya seperti beli kuaci dapat bonus hamster-nya.

Perjalanan Jogja-Cilacap minggu lalu tak kalah menyenangkan dari pada liat sunset di atas Mercusuar Pantai Baron misalnya. Aku pulang ke Cilacap naik kereta Wijayakusuma pukul 09.30 dan estimasi sampai di Stasiun Maos pukul 13.00 yang ternyata terlambat 8 menit. Yang selalu aku minati dari sebuah perjalanan adalah aku bisa mencicipi suasana dan hal baru. Perjalanan memang tak jauh dari kata jalan-jalan dan bisa juga sebagai cara kita menyayangi otak dan membuat lebih open mind.

Waktu itu aku merasa perjalanan setelah traveling di Gunung Kidul akan biasa saja, tapi ternyata aku dapat hamster lho. Bukan hamster yang sebenarnya ya, aku satu seats dengan seseorang yang akan turun di Stasiun Cilacap. Katakanlah si Bapak, awalnya beliau menawariku untuk mencharge HP dan aku pun menolaknya karena memang batrai HP-ku masih sekitar 70%. Dari situ akhirnya berlanjut obrolan diantara kami, di gerbong Premium 1 seats 7A dan 7B. Singkat cerita si Bapak ini  adalah mahasiswa yang sedang menyelesaikan S3 nya di Australia. Tujuannya ke Nusakambangan untuk memberi pelatihan ke petugas lapas. Aku pun mulai antusias untuk melanjutkan obrolan. Mulai dari bagaimana bisa lolos beasiswa Australian Award, bagaimana punya IELTS 8, bagaimana lolos beasiswa Chevening (The British Chevening Award) untuk S2-nya di Inggris. Selain itu beliau juga pernah mencicipi bangku kuliah di salah satu universitas negeri di Semarang dengan jurusan Hukum. Kemudian barulah beliau study Study Abroad dengan jurusan S2 Human Right, dan S3 Criminology. Sempat heran juga tentang bagaimana scholarship S2 dan S3-nya bisa lolos tanpa mencoba berulang-ulang. Training sebelum berangkat ke Australia pun hanya 6 minggu (termasuk waktu yang paling singkat pada masa itu). Walaupun kepo-kepo cantik masih berlanjut, beliau masih sabar jawab pertanyaanku satu-satu. (Ahh, semoga aja ngga begitu keliatan norak dan stupid-nya)

Selesai tentang perkuliahan dan saling mengobrol soal pekerjaan, aku pamit makan ayam goreng yang sedari tadi aku anggurin. Aku beliau yang sibuk mengecek (mungkin) materi di macbook-nya. Aku hanya melihat sekeliling gerbong kereta yang masih mulus. Kereta Wijayakusuma memang belum lama ini beroperasi untuk tujuan Cilacap-Jogja dan Cilacap-Solo (atau sebaliknya, FYI aja gaes). 

Entah ceritanya mulai dari mana, ternyata beliau aktivis mahasiswa tahun 1998 dan sempat aktif di KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Cerita soal kondisi dan kerusuhan tahun itu aku dapat gambaran langsung dari sumbernya, bukan lagi dari bacaan. Ngeri juga setelah aku pikir pemerintahan pada masa itu sungguh jauh dari hal yang semestinya. Meskipun soal politik aku masih cetek, setidaknya aku sedikit tahu gambaran singkat orang nomor satu RI yang berkuasa pada jamannya hehe. Abdurrahman Wahid, presiden yang hanya sebentar duduk di kursi pemerintahan tapi memberi banyak perubahan tak luput menjadi bahasan yang gurih dan crispy.

Berlanjut lagi, aku adalah tipe orang yang tak tega melihat luka terbuka, luka robek, atau sebangsa dan setanah airnya. Bulu kuduk berdiri begitu aku diceritakan tentang korban kerusuhan 98' yang baru diketahui sekitar 1.200an yang meninggal. Aku bergidig. Mencocokkan wajah korban  kebakaran dengan foto KTP bukan perkara mudah kata beliau (saat bertugas di KONTRAS), seperti halnya aku membaca tulisan dokter yang penuh dengan sandi rum*ut. Entah bagaimana, cerita-cerita masa silam selalu menarik perhatian dan tampak begitu seksi.

Benar saja, setiap melakukan perjalanan kita akan bertemu orang baru dengan berbagai karakternya. Jika kita benar-benar menikmati perjalanan, barangkali wawasan kita akan bertambah, lebih open mind, dan dapat hal baru yang mungkin tak ada di tempat lain. Mengobrol dengan orang baru mau tak mau membentuk sikap kita tentang bagaimana berinteraksi dengan orang lain.  

Pelajaran tidak melulu didapat dari kelas, tetapi setiap tempat adalah sekolah. Menarik sekali jika setiap perjalanan menjumpai orang-orang seperti beliau, yang bisa dijadikan teman mengobrol sekaligus guru ekspres selama perjalanan. Hal-hal seperti ini jadi salah satu alasan kenapa aku selalu minta nambah jatah traveling hehe.

Yuk packing, kita jalan-jalan!

Sunday, June 10, 2018

Mengajukan Permohonan Dana ke Kampus untuk Conference/Lomba

Sunday, June 10, 2018
APLFC, di Kuala Lumpur (Hasil muter-muter bawa proposal :D )
Sudahkah kita berfaedah hari ini? Menjawab pertanyaan itu, aku akan sedikit berbagi tulisan yang barang kali sedikit berfaedah. Sebenarnya tulisan ini pas banget buat mahasiswa yang lagi ambis-ambisnya ikut event atau lomba hehe. Bisa juga jadi referensi yang cukup, bagi yang akan memula dunia perlombaan atau event-event keren di dalam maupun luar negeri.

Beberapa waktu lalu aku dimintai contoh proposal pengajuan dana untuk conference di Korea oleh adik tingkat dan sudah beberapa kali ada yang minta dikirim proposal yang sama. Jadi biar lebih enak dan kasih bonus plus-plus, aku sekalian share cara mengajukan dana ke kampus. Walaupun sebenarnya sangat mudah lho... Sebagai alumni yang baik hati (aseek) aku hanya ingin berbagi pengalaman. By the way, ini hanya sedikit jadi aku harap kalian tidak berharap banyak hehe.

Sewaktu jadi mahasiswa yang kantongnya cetek, status anak kos yang andalannya mie instant kalau akhir bulan, belum lagi kalau kiriman mundur dari tanggal biasanya, hal-hal itu yang kadang buat aku sungkan minta sponshorship orang tua kalau ada kegiatan tambahan (walaupun aslinya minta juga kalau kepepet). Jelas, hal itu bukan jadi hambatan mengembangkan diri, ikut berkegiatan di luar kampus, atau ikut lomba yang biasanya tak gratis. Boleh lah alasan ikut ini-itu buat mengembangkan diri, tapi tak salah juga kalau alasannya ingin jalan-jalan hihi. Misalkan kita ikut conference ke luar negeri atau lomba di kampus lain yang lokasinya jauh (bisa juga luar pulau atau lintas negera), pasti butuh budget lebih untuk meng-cover tiket perjalanan, tempat penginapan, uang makan dan kebutuhan lain-lainnya. Jangan khawatir, kita bisa mulai dari mengajukan permohonan dana ke kampus. Yuhuuuu. Kampus sangat-sangat baik hati kok buat para mahasiswa yang mau aktif dan mengharumkan almamaternya (aseek).

Itu semua yang aku jelaskan adalah kegiatan yang self funded alias bayar sendiri. Tetapi ada beberapa yang partial funded (dibiayai sebagian) atau fully funded (gratis tis). Setiap event memang beda macamnya, misal partial funded kita masih harus membayar sebagian keperluan yang lain. Ada juga yang biaya kegiatannya gratis tapi biaya transport ditanggung sendiri. Paling enak fully funded, tapi yang namanya gratisan pasti banyak yang minat dan lebih selektif proses seleksinya.

Selama kuliah di kampus yang biasa dijuluki kampus kerakyatan, aku begitu menikmati dunia per-kampus-an karena disitu aku bisa mengekspresikan diriku dengan leluasa (kok rada gimana ya). Ini cara pengajuan dana di UGM, barang kali kita satu almamater, kalau pun tidak, tulisan ini bisa jadi bahan bacaan di siang bolong atau silakan skip saja. Soalnya setiap kampus tidak selalu sama cara pengajuan dana kegiatannya. FYI, yang dapat juara lomba tingkat nasional/internasional diberi insentif dari kampus lho (lomba dibiayai, dapat reward lomba, dapet insentif juga dari kampus, ulululuh).  Setiap insentif jumlahnya berbeda-beda tergantung juara, tingkat perlombaan, dan tim atau individu. Ehh, kok jadi mikir insentif duluan wkwk. Luruskan niat dulu ya, yang penting maksimalin di prosesnya. Buat yang sudah pro lomba-lombaan, dsb kalau ada yang kurang bisa ditambahkan dan CMIIW. Langsung saja kita mulai, check it out!   

Cari tahu lomba atau event yang akan kamu ikuti
Hal ini yang paling sering ditanyakan, "kamu dapet info dari mana sih?" atau "kalau cari info kayak gitu dimana?". Pertanyaan-pertanyaan itu bisa terjawab dengan sendirinya kalau kita bisa proaktif mencari tahu. Kalau aku biasanya add official account line tentang lomba atau conference, juga di instagram beberapa aku juga follow. Semangat hunting dan semoga berjodoh ya!

Perhatikan syaratnya, kalau cocok langsung apply
Tidak semua kegiatan yang ada cocok dengan background kuliah kita, jadi kita rajin-rajin aja seleksi setiap kegiatan yang ada. Misal ada lomba akuntansi, kalau aku dari jurusan Rekam Medis jelas tidak bisa ikut berpartisipasi. Atau misal ada LKTI (Lomba Karya Tulis Ilmiah), kamu sudah dapat tema lomba yang cocok tentang pertanian, tapi backgroud-mu dari MIPA, kamu bisa cari teman dari Fakultas Pertanian yang cocok dengan ide kamu untuk lebih mematangkan ide. Saran aku, perbanyak teman di seputar kampus hehe. Selain bisa diajak main, jalan, nongkrong, juga bisa diajak diskusi bahan lintas jurusan.

Review Persyaratan 
Setiap kegiatan pasti ada syaratnya. Kalau conference untuk presentasi paper, jelas kita disuruh submit paper hasil penelitian ke pelaksana kegiatan. Kalau dulu aku pernah ikut conference di KL tak perlu submit paper tapi disuruh menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar, seperti visi-misi, kesibukan, prestasi, dan lain sebagainya. Semua itu perlu dibaca berulang-ulang, pastikan tidak ada typo, bahasa yang ambigu atau logika penulisan yang masih kacau. Biasanya setelah menulis, tulisan itu aku baca satu hari setelahnya atau minimal beberapa jam setelah tulisan jadi. Setelah itu, pasti akan terlihat beberapa koreksi pada tulisan, mungkin ada kata atau kalimat yang kurang pas, atau bahkan terkesan ngalor-ngidul. Bisa dibilang ada untungnya tulisan diendapkan dulu baru dibaca ulang. Kalau langsung di-review pada saat itu juga terkadang kita sudah merasa percaya diri kalau tulisannya sudah bagus tanpa koreksi. Silakan dicoba hihi. Kemudian jangan lupa berdoa.


Lampirkan LoA atau pengumuman lolos lomba
Setelah dinyatakan lolos/diterima, jangan lupa simpan LoA (Latter of Acceptance) dan pengumuman lolos lomba untuk menghadiri ke lokasi lomba. Ini sangat dibutuhkan untuk dilampirkan di proposal pngajuan dana.

Susun  Proposal
Ini dia senjata ampuh menembus cakrawala per-budget-an yang menipis. Proposal ini nantinya diajukan ke Departemen, Fakultas, dan Universitas. Untuk format proposal sebenarnya tidak terlalu ketat untuk ke Departemen dan Fakulatas di tempatku waktu itu. Yang terpenting dapat menjelaskan kegiatan atau lomba apa yang akan kita ikuti lengkap dengan rincian anggarannya. Ada Bab 1, 2, 3 seperti biasa dan jangan lupa lampirkan resume daftar riwayat hidup (CV singkat). Jadwal rincian kegiatan juga dimasukkan di proposal (biasanya sudah ada di booklet atau run down yang dibagikan saat technical meeting). Bagi yang ingin contoh proposal prngajuan dana bisa komen di kolom komentar ya! :)

Pengajuan Dana
Mengajukan dana ke Departemen membutuhkan halaman pengesahan yang ditandatangani oleh Kepala Departemen dan yang mengajukan (ketua tim, kalau mangajukan dalam satu tim). Untuk pengajuan permohonan dana ke Fakultas kita membutuhkan halaman pengesahan yang ditandatangani Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, kalau ke universitas tinggal ditambahkan tanda tangan Direktur Kemahasiswaan UGM. Kalau pengajuan ke Universitas (Ditmawa) harus ada surat pengantar dari Fakultas yang dibuatkan oleh Akademik Kemahasiswaan Fakultas.

Tipsnya, begitu lolos lomba atau dapat LoA kegiatan, langsung menyusun proposal pengajuan dana untuk meminta tanda tangan yang bersangkutan. Soalnya beliau-beliau yang akan kita mintai tanda tangan tidak selalu di tempat, khawatirnya akan dinas ke luar kota atau sedang ada janji. Sehingga kita bisa atur jadwal ulang untuk meminta tanda tangan. Pernah dulu waktu meminta tanda tangan Kepala Departemen sampai harus ke kampus S2, karena memang beliau ada di sana. 

Untuk pengajuan Fakultas, aku hanya menitip ke Bidang Akademik Fakultas dan rajin mengecek apakah sudah ditandatangani atau belum. Pengajuan permohonan dana ke Universitas lain lagi, kita hanya meng-upload proposal pengajuan di ditmawa.simaster.ugm.ac.id. Jadi kita hanya memantau perkembangan acc proposal. Setelah upload, status pengajuan akan terlihat. Mulai dari status "mengajukan" hingga "disetujui". Selama proses menunggu, proposal yang kita ajukan masuk dalam tahap review oleh pegawai di Ditmawa (Direktorat Kemahasiswaan). Kalau misal ada kesalahan, status proposal akan ada pemeberitahuan untuk dibetulkan. Misalnya kurang surat pengantar dari fakultas, kurang dilampirkan LoA, atau jumlah pengajuan dana yang tidak masuk akal. FYI,  untuk pengajuan dana ke Universitas tidak bisa mengajukan 100% dari dana yang dibutuhkan, soalnya aku pernah dan ditolak hehe. Karena dana kegiatan dicover juga oleh Departemen dan Fakultas. Biasanya proses review sampai disetujui membutuhkan waktu 1 minggu hingga 2 minggu. 

Proposal pengajuan permohonan dana tidak selalu di acc sebelum kegiatan, jadi siap-siap saja di awal ng-cover dengan uang pribadi. Tapi nanti bisa reimburse (diganti) sesuai dengan pengeluaran setelah proses acc proposal selesai. Ini terjadi waktu aku ikut lomba di Surakarta dan presentasi paper, dan bisa direimburse setelah kegiatan selesai. Btw, jumlah uang yang diacc oleh kampus tidak selalu sama dengan jumlah yang kita ajukan. Bisa hanya beberapa persennya saja. Itu semua juga dipengaruhi jauhnya kegiatan yang kita ikuti. Misal yang ikut conference di Malaysia dengan yang ikut lomba di US pasti jumlahnya akan berbeda.

Menyusun LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban)
LPJ itu penting sekali sebagai bentuk tanggung jawab kita setelah selesai kegiatan. Intinya berisi tentang hasil kegiatan/konferensi/lomba yang sudah kita ikuti, terutama soal keuangan. Jangan lupa simpan tiket perjalanan, kuitansi penginapan, kuitansi uang makan, bukti pembayaran kegiatan, dsb. Semua itu sangat dibutuhkan untuk dilampirkan di LPJ. Kalau misal kita tidak membuat LPJ, konsekuensinya adalah pengajuan permohonan dana selanjutnya tidak akan disetujui. Jadi mari belajar bertanggung jawab hihi. 

Karena sudah dijelaskan panjang lebar, sebelum bosan bacanya aku sudahi dulu ya wkwk. Semoga bermanfaat, kalau pun cara pengajuan setiap fakultas berbeda, kalian bisa tanyakan ke bidang akademik atau kakak tingkat yang sudah biasa mengajukan permohonan dana. Kalau ada pertanyaan silakan komen. Sejujurnya aku masih remah-remah kueh lebaran, banyak yang lebih berpengalaman soal ini dan ikut lomba atau conference dimana-mana. Kalau dirasa ada yang kurang atau terlewatkan silakan tambahkan saja ya sist

Bagi yang lagi aktif-aktifnya jadi mahasiswa, semangattt ya, good luck! Ikuti apa yang kalian minati dan sukai, sebelum menyesal setelah lulus karena belum sempat nyoba hihi.

Bye bye!

Saturday, June 2, 2018

Pendakian Pertama ke Gunung Merbabu via Selo

Saturday, June 02, 2018
Gunung Merapi dilihat dari Sabana 1 
Pada tulisan ini empunya blog memutuskan untuk menulis sedikit pengalaman naik gunung beberapa bulan lalu (tapi tepatnya tahun lalu ternyata). Sebetulnya setelah turun dari Merbabu aku sudah ancang-ancang nulis tentang ini, tapi apa daya semua itu masih wacana. Buat yang penasaran soal pendakian ke Gunung Merbabu via Selo, silakan baca kisahku sampai tuntas hihi.

Aku baru bisa merasakan pendakian pertamaku setelah berabad-abad lamanya penasaran soal naik gunung. Sebelum memakai toga, aku sudah membuat list di otakku untuk bisa merasakan menjadi seorang pendaki. Yah, walaupun sebelumnya pandaganku tentang pendaki kesannya kurang menyenangkan huhu. Kira-kira seperti ini, "Kok mau ndaki gunung? Capek-capek gitu", atau "Yah kalo ndaki bakal siap ngga mandi, ribet, tidurnya bakal ngga senyaman di kasur," dan sebagainya. Entah ada angin apa waktu itu, tiba-tiba rasa penasaranku lebih besar dari pada hal-hal yang aku khawatirkan tadi. Setelah melakukan pendakian, aku mendapat banyak sekali moral value yang bisa dipelajari. Terkhusus bagi para pendaki yang punya tujuan. 

Langsung saja guys, tanggal 5 November 2017 aku pertama kali mendaki gunung dengan tujuan pendakian ke Gunung Merbabu. Puncak tertinggi Gunung Merbabu yaitu di Puncak Kenteng Songo yang mencapai 3.142 Mdpl, sedangkan dua puncak yang lainnya Puncak Syarif (3.119 Mdpl) dan Puncak Tianggulasi (3169 Mdpl). Perencanaan pendakian waktu itu lumayan singkat, kurang lebih hanya satu minggu tanpa latihan fisik sama sekali. Yang aku siapkan hanya makanan dan snack tanpa bawa baju ganti, pikirku waktu itu "bakal ngga mandi nih, ngapaian bawa ganti". Itu pemikiran pendaki cupu yang ternyata sedikit membawa petaka hehe. Soalnya aku mendaki di musim hujan dan ternyata kehujanan waktu turun, alhasil bingung sendiri dan sampai pulang masih pakai baju yang sedikit basah. 

Pendakian dimulai dari perjalanan Jogja - Magelang, waktu itu aku naik motor jadi lebih praktis. Sekitar pukul 08.30 aku otw dari Jogja dengan diselingi acara ban motor bocor. (Alhamdulillah yah perjalanan jadi semakin yahud). Setelah Isho (istirahat shalat) aku lanjut ke basecamp pendakian dan sampai  sekitar pukul 13.00. Di basecamp hanya memakirkan motor dan tak lama langsung memulai pendakian via Gancik, Selo. Di pendakian pertama ini, aku mendaki bersama yang sudah pro (aseek). Menuju Gancik Hill Top adalah salah satu yang bikin ngos-ngosan dan rasanya bikin mual-mual seperti ibu mengandung. Kepala rasanya kleyengan dan pandangan mulai kabur. Di rute itu aku banyak sekali istirahat dan stop di jalan. Walaupun jalan menuju Gancik Hill Top sudah dicor dan mulus, tapi kemiringan pendakian lumayan parah dan menguras tenaga. 

Setelah acara mual-mualnya selesai dan aku masih sanggup, aku melanjutkan pendakian. Ternyata setelah sampai di Gancik Hill Top, di sana ada pangkalan ojek, hmm super sekali -.- (Tapi sensasi mendakinya apa kalo jadinya naik ojek, yang ada sensasi mau ke pasar ya sist). Ojek yang ada hanya sampai di rute yang landai dan lumayan bahaya kalau beroperasi di medan yang nggronjal. Untuk jalur pendakian via Selo sendiri sangat direkomendasikan untuk pendaki pemula karena jalurnya banyak bonusnya (landai). FYI, Gancik Hill Top itu semacam tempat rekreasi, aku lihat banyak pengunjung yang ber-selfie atau sekadar menikmati suasana di Puncak Gancik.

Setelah medan menuju Gancik berhasil dilewati, aku melewati jalur yang banyak ditumbuhi pohon pinus. Sepanjang perjalanan aku menjumpai beberapa pendaki, baik yang turun maupun yang sama-sama naik. Mereka ramah dan saling tegur sapa kalau berpapasan atau saat menyalip rombongan. Syukurlah, sesama teman seperdakian bisa dimintai bantuan kalau ada apa-apa, minimal saat persediaan minum habis dan dehidrasi berat. Perlu diingat juga pendakian via Selo itu tidak ada mata air, jadi bisa dipersiapkan persediaan air sesuai kebutuhan.

Di hutan pinus menuju Pos 1 (Dok Malang) medannya tidak terlalu ekstrim dan bisa dibilang mudah. Setelah 2 jam berjalan, aku sampai di Pos 1 kemudian  beristirahat sebentar. Di sana tidak ada bangunan sama sekali, yang ada hanya plang tanda Pos 1. Lokasi di Pos 1 juga lumayan luas, sudah bisa dibangun beberapa tenda hehe. "Yang bener aja sist? baru Pos 1 lho". Aku pun melanjutkan pendakian menuju Pos 2.

Penampakan Pos 1 (Dok Malang)
Dari Pos 1 ke Pos 2 jalurnya dikelilingi semak-semak yang lumayan tinggi, sebahu orang dewasa. Medannya sedikit landai tetapi juga menanjak, yang penting tetap hati-hati. Saat itu aku merasa kakiku otomatis jalan sendiri karena reflek. Waktu yang ditempuh sampai di Pos 2 (Pandean) sekitar 60 menit. 

Selama perjalanan tak jarang aku menjumpai kabut tebal, yaitu waktu di Bukit Teletubis. Disana aku bertemu 2 orang pendaki yang turun hanya memakai celana panjang dan sandal jepit. Padahal saat itu dinginnya minta ampun. Awalnya aku bisa menikamti beberapa vegetasi di sepanjang pendakian tapi seketika tertutup kabut, jarak pandang hanya sekitar 5 meter.

Bukit Teletubis Mulai Berkabut

Full Kabut
Setelah ujian Pos 1 dan Pos 2 selesai, aku menuju Pos 3 (Batu Tulis) dengan medan naik turun melewati bukit. Lokasi di Pos 3 lebih luas dari pada Pos 1 dan Pos 2, di sana banyak sekali tenda sudah terpasang. Ternyata di Pos 3 juga ada beberapa WC Umum, hmm nice ya! Tapi aku tak sempat mampir dan terus jalan menuju Sabana 1.

Track tersadis sepanjangan hayat selama pendakian via Selo adalah dari Pos 3 ke Sabana I. Medan dengan kemiringan cukup parah sungguh menantang bagi kalian yang suka tantangan. Banyak bebatuan dan bekas jalan air saat hujan semakin membuat susah dilewati. Di sini pendaki pun harus ekstra hati-hati. Dengan medan seperti itu aku melewatinya sekitar pukul 19.00 dan hari sudah mulai gelap. Ada teman pendaki lain yang meminjam powerbank-ku (ada lampunya) untuk memantau temannya dari atas. Sementara aku masih bersyukur karena cuaca saat itu bisa dibilang bagus, tanpa turun hujan. Beberapa bongkahan batu sepanjang track membuatku bingung harus menapak kaki dimana dan lewat mana dahulu. Karena salah menapak saja bisa terpeleset atau tergelincir dan jatuh ke bawah. Beberapa kali aku menginjak kerikil yang masuk ke sandal (pinjaman), jadi aku lebih menyarankan pakai sepatu gunung dari pada sandal gunung hehe.

Pertanyaan seperti "Nyampe kapan sh?", atau "Masih jauh ngga?" sudah jadi makanan tiap menitnya wkwk. Sebagai pendaki pemula, aku percaya-percaya aja kalau ada yang bilang "Bentar lagi", terus begitu terjadi berulang-ulang. Kemudian sampailah aku di Sabana 1, setelah melewati tanjakan super ekstrim, badan sudah sedemikian rupa (tapi masih utuh), aku pun beristirahat sekalian membangun tenda. Di Sabana 1 tanahnya dominan datar dan luas, sehingga banyak pendaki lain yang memasang tenda. Cuaca pada malam itu awalnya bagus tapi setelah beberapa jam mulai gerimis dan hujan. Berdoalah tenda tidak terbawa angin :)) Karena sampai di sana sudah malam, tak banyak yang bisa diabadikan.

Pagi harinya cuaca mulai bagus. Sejak jam 03.00 AM sudah banyak yang summit attack (mendaki menuju puncak), tapi ternyata aku terlalu lelap dan tak melanjutkan ke puncak huhu. Aku mulai memasak mie instan dan menikmati pemandangan Gunung Merapi dari Sabana 1 yang cantiknya kebangetan. Liat juga indahnnya sunrise dari Merbabu.

Sunrise 1 

Sunrise 2
Tenda di Sabana 1




Sekitar pukul 14.30 aku turun. Saat turun aku lebih banyak main plosotan karena memang jalanan licin dan banyak bekas plosotan wkwk. Meskipun turun gunung itu kesannya lebih mudah, tetap hati-hati untuk menjaga keamanan dan jangan lari kalau belum kenal medan. Tracking pole (tongkat hiking) sangat dibutuhkan saat turun, bisa digunakan untuk menahan badan saat terlalu cepat berjalan, mengerem di medan tertentu, atau saat akan berhenti. 

Perjalanan menuruni gunung tidak begitu terasa melelahkan seperti saat mendaki.  Mendaki gunung sangat melatih fisik dan menguji kesabaran. Tipe orang yang suka mengeluh atau tidak, akan terlihat jelas kalau mendaki bersama hehe. 


Setelah turun dari Sabana 1
Foto di atas terlihat jalur pendakian dari Pos 3 ke Sabana 1 (fokus ke tangan kiriku). Pos 3 itu posisinya di bawah bukit tempatku foto (bisa dilihat di ujung ke Sabana 1 sudah terlihat kabut tebal)

Saat sudah turun dari pendakian, kita bisa melihat ke atas dan melihat track yang sudah dilewati. Saat aku bisa menatap jalur dari Pos 3 ke Sabana 1, aku sadar "Oh, ternyata aku bisa!".  

Setelah itu aku langsung menuju basecamp lagi tanpa fafifu untuk segera berkemas. Waktu yang ditempuh untuk sampai ke basecamp sekitar 4 jam dengan cuaca hujan lebat setelah Pos 1. Saat dari Gancik harus hati-hati, dan yang paling aku khawatirkan adalah longsor, tapi tenang saja semuanya aman. Kemudian aku sampai basecamp sekitar pukul 17.00 dan kembali ke Jogja. 

Sekali saja mendaki, aku sudah dibuat penasaran tentang bagaimana rasanya mendaki gunung yang lain. Rasa lelah naik turun gunung bukan jadi alasan merasa kapok. Setelah sampai di atas (red: puncak/mendekati puncak wkwk) dengan segala pencapaian dan lengkap dengan prosesnya, cukup membuatku tersenyum dan lebih mengapresiasi diri sendiri. Kalau mau maju, 'hidup' memang butuh suatu pencapaian. Sadar atau tidak, kita akan termotivasi untuk berusaha lebih (aseek).

Setelah pendakian pertama berhasil (walaupun hanya sampai Sabana 1) aku mencoba pendakian kedua sekitar satu bulan setelahnya. Waktu itu aku ke Gunung Prau via Kalilembu, tunggu tulisan selanjutnya ya hihi.

Sayonara Merbabu...